Nasib RUU Perampasan Aset Lamban Berproses
Terbaru

Nasib RUU Perampasan Aset Lamban Berproses

Ada kekhawatiran RUU Perampasan Aset berpotensi menjadi senjata makan tuan dalam implementasinya. Sebab yang memiliki aset bejibun mereka yang memiliki kuasa. RUU Perampasan Aset sedianya mencegah orang memiliki kuasa melakukan penyimpangan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Muhammad Nasir Djamil (tengah) dan Abdul Fickar Hadjar (kanan) saat menjadi narasumber dalam diskusi bertema ‘Urgensi RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana’ di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (28/2/2023). Foto: Istimewa
Muhammad Nasir Djamil (tengah) dan Abdul Fickar Hadjar (kanan) saat menjadi narasumber dalam diskusi bertema ‘Urgensi RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana’ di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (28/2/2023). Foto: Istimewa

“RUU Perampasan Aset memang hari ini perjalannya seperti siput”. Pernyataan itu meluncur dari bibir Muhammad Nasir Djamil. Anggota Komisi III DPR itu menyayangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset yang menjadi usul inisiatif pemerintah berjalan lamban sejak rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono. Apalagi RUU tersebut tak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

“Jadi perjalanannya seperti siput mungkin juga pakai falsafah alon-alon asal kelakon, biar lambat asal selamat,” ujarnya dalam sebuah diskusi bertema ‘Urgensi RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana’ di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (28/2/2023).

Baca juga:

Nasir menengarai ada kekhawatiran RUU Perampasan Aset berpotensi menjadi ‘senjata makan tuan’ dalam implementasinya. Maklum, yang memiliki aset bejibun mereka yang memiliki kuasa. Makanya, boleh jadi RUU Perampasan Aset pasca menjadi UU dan diberlakukan di masyarakat malah menyasar orang memiliki kuasa termasuk anggota dewan.

Anggota dewan di parlemen tak sedikit yang memiliki kuasa dan aset bejibun. Seperti kuasa membuat anggaran, membentuk UU dan melakukan pengawasan. Sementara di pemerintahan, terdapat kuasa untuk menggerakkan sumber daya manusia untuk mengeksekusi anggaran yang disepakati dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) bila dalam skala nasional.

“Oleh karena itu, memang aset ini biasanya di miliki oleh orang yang punya kuasa, dan kekuasaan itu cenderung korup,” ujarnya.

Dia menilai, dalam aspek pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, terorisme maupun pencucian uang terdapat potensi penggelapan aset. Makanya, RUU Perampasan Aset menjadi amat strategis. Apalagi institusi penegak hukum berlomba-lomba menyelamatkan aset negara atau recovery asset. Bahkan dapat menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kejaksaan misalnya, memiliki tim pemburu koruptor yang juga sekaligus melacak aset para buronan kasus tindak pidana korupsi(Tipikor).

Nasir tak memungkiri dalam Pasal 28 A sampai J UUD 1945 mengatur hak-hak yang dimiliki warga negara. Termasuk hak kepemilikan harta atau aset. Dengan demikian, kepemilikan aset menjadi tidak sembarangan dan dapat dirampas sepanjang perolehannya tidak secara halal dan bertentangan dengan peraturan perundangan.

Ngeri-ngeri sedap juga membahas RUU ini. Nanti sudah awak bahas, kena pula awak. Kira-kira begitu,” ujarnya berkelakar.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpendapat, mengatur kepemilikan aset dengan melihat perolehannya sejatinya mengatur kekuasaan. Pendek kata, kekuasaan mesti dibatasi dan diawasi. Di sejumlah negara, amat ketat soal kepemilikan aset.  Walhasil, negara dapat memantau kepemilikan aset maupun perolehannya.

Prinsipnya, Nasir mendorong agar RUU Perampasan Aset dapat masuk Prolegnas Prioritas dan masuk dalam tahap pembahasan. Tapi begitu, RUU Perampasan Aset tidak dimaksudkan mengancam warga negara yang hendak memiliki aset. Sebaliknya, RUU Perampasan Aset sebagai upaya pencegahan terhadap pemilik kuasa melakukan penyimpangan agar mendapatkan aset.

“Jadi aset dan kekuasaan itu seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan,” ujarnya.

Di tempat yang sama, dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyorot dari aspek kewenangan kelembagaan. Menurutnya dalam praktiknya sudah terdapat lembaga yang bertugas melakukan perampasan aset. Yakni lembaga penyitaan dan pelelangan yang dimiliki  oleh Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengadilan. Tapi pengadilan jauh lebih memiliki keabsahan menyita dan menjual  berdasarkan  putusan yang berkekuatan hukum tetap.

“Karena perampasan aset secara yuridis itu dimiliki kewenangannya oleh pengadilan, menyita, melelang terutama hasil kejahatan,” katanya.


Dalam praktiknya, penyitaan maupun perampasan aset yang dilakukan penegak hukum mesti melalui putusan pengadilan. Tapi dalam RUU Perampasan Aset, kewenangan merampas aset bakal diberikan pada satu lembaga baru atau tetap diberikan kepada lembaga penegak hukum dengan terlebih dahulu ada putusan dari pengadilan.

“Kemana ini pengertian merampas aset itu, apakah kewenangan ini kemudian akan diberikan kepada satu lembaga tertentu yang khusus akan didirikan,” ujarnya.

Dengan mengusulkan RUU Perampasan Aset, menurut Fickar perlu diperjelas apakah bakal melegalkan aset hasil rampasan negara bakal otomatis menjadi milik negara tanpa melalui proses peradilan atau sebaliknya. Pilihan tanpa melalui otoritas putusan peradilan malah berpotensi melanggar asas negara hukum. Sebab peralihan kepemilikan mesti ada otoritas lembaga yang berwenang memutuskan.

Lebih lanjut Fickar berpendapat, sepanjang aset hasil tindak pidana tak menjadi soal dirampas negara sebagaimana dilakukan Kejaksaan. Masalahnya, Fickar melihat Kejaksaan kurang aktif. Sebaliknya, Kejaksaan hanya menyita aset yang jelas-jelas terdapat indikasi perkara korupsi atau pidana lainnya. Tapi begitu, memang yang memiliki kompetensi menentukan dirampas tidaknya aset seseorang oleh negara hanyalah lembaga peradilan melalui putusannya.

“Terobosan mungkin akan dilakukan RUU ini tanpa ada proses pengadilan terhadap aset-aset tertentu nanti di kualifikasi oleh tekhnis, bisa dirampas oleh negara atau bisa dirampas oleh lembaga yang memberikan kredit dan sebagainya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait