Newmont Menyangkal Telah Melakukan Polusi Teluk Buyat
Berita

Newmont Menyangkal Telah Melakukan Polusi Teluk Buyat

Newmont mengaku seluruh kegiatan penambangan dilakukan sesuai aturan. Jaksa mulai frustasi?

ISA
Bacaan 2 Menit
Newmont Menyangkal Telah Melakukan Polusi Teluk Buyat
Hukumonline

 

Menjawab pertanyaan JPU tentang penempatan tailing di dasar laut, Richard menjelaskan bahwa studi kelayakan mempertimbangkan dua opsi pembuangan tailing, di darat maupun laut. Namun, Analisa Mengenai Dampak Linkungan (Amdal) menyimpulkan penempatan tailing di laut yang dikenal dengan istilah submarine tailing placement (STP) adalah pilihan terbaik.

 

JPU mempertanyakan pemilihan STP karena biayanya paling murah. Richard menegaskan STP justru mengharuskan proses detoksifikasi untuk menetralisir bahan-bahan dalam tailing. Walau tidak ingat angka pastinya, Richard menyatakan STP mungkin malah lebih mahal biayanya dibanding penempatan tailing di darat. Ia juga mengungkapkan penempatan tailing di darat cukup rentan terutama di daerah dengan curah hujan cukup tinggi.

 

Menjawab pertanyaan JPU, Richard menyampaikan kandungan merkuri maupun arsenik dalam tailing di bawah batas yang ditetapkan, masing-masing 10% dan 7% dari total kandungan merkuri dan arsenik. Kandungan itupun berasal dari senyawa yang tidak berbahaya. Jumlah tailing yang dikeluarkan NMR 3.500m3/hari, lebih rendah dari izin 5.000/hari dan karena itu konsentrasinya juga lebih rendah dari baku mutu.

 

Richard juga menjelaskan setelah Amdal disetujui dam NMR mulai beroperasi, terbit Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (UU No. 23/1997). Berbeda dengan sebelumnya, UU 23/1997 mengharuskan adanya izin untuk pembuangan tailing tambang sekaligus memberi waktu 5 tahun untuk menyesuaikan bagi tambang yang saat itu telah beroperasi. Pada 1999, pemerintah menerbitkan beberapa Peraturan Pemerintah tentang hal ini.

 

Pada Januari 2000, NMR menemui Sony Keraf, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) saat itu untuk menanyakan langkah-langkah guna mendapatkan izin tersebut, termasuk untuk dua tambang lain yang dikuasai Newmont. Atas permintaan, NMR menyurati Meneg LH yang diikuti beberapa rapat juga dengan instansi pemerintah lain. Pada April 2000, NMR mengajukan permohonan izin pembuangan tailing berikut semua data yang disratkan termasuk kerangka acuan Environmental Risk Assessment (ERA).

 

Pada 11 Juli 2000 Meneg LH menerbitkan surat mengizinkan pembuangan tailing dengan syarat NMR melakukan ERA dalam 6 bulan yang kemudian dilaksanakan pada Januari oleh konsultan internasional terkemuka bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

 

Menjawab pertanayaan dari tim penasihat hukum NMR, Richard Ness menegaskan selama beroperasi NMR tidak pernah diperingatkan atau ditegur karena melanggar aturan baku mutu lingkungan. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) diajukan setiap triwulan sejak beroperasi hingga sekarang, setelah tambang ditutup pada 2004.

 

Namun, menanggapi pertanyaan JPU, Richard mengaku pipa pembuangan tailing NMR sempat bocor akibatnya operasi tambang terhenti selama 40 hari. Namun demikian ia menegaskan kebocoran itu cepat terdeteksi dan tidak mengakibatkan pencemaran.

 

Jaksa Mulai Frustasi?

Rignolda Djamaludin, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi yang mengikuti persidangan tidak sepakat surat Meneg LH dianggap izin pembuangan tailing. Ia menunjuk kesaksian ahli pada sidang sebelumnya yang menyatakan surat itu sekedar balasan dari surat NMR.

 

Menurut Rignolda, yang juga Direktur LSM Kelompok Kelola, dokumen ERA belum sepenuhnya diterima pemerintah karena NMR harus memenuhi beberapa hal lain yang hingga kini tak kunjung dilengkapi. Rignola juga mengingatkan bahwa walau NMR mengajukan beragam hasil uji yang berbeda, majelis harus mempertimbangkan pengujian yang sifatnya pro yustisia.

 

Selain itu, Rignolda juga menilai majelis hakim memberi keleluasaan kepada terdakwa. Ia menilai majelis hakim seringkali memotong pertanyaan sehingga tak memberi kesempatan cukup bagi JPU untuk mengembangkan pertanyaannya seputar kasus ini.

 

Ia menganggap pertanyaan-pertanyaan pada terdakwa yang diajukan Penasehat hukum NMR bersifat menggiring (leading) namun tidak dihentikan hakim. Rignolda mengakui bahwa JPU juga tidak mengajukan keberatan atas pertanyaan itu. Mereka sudah mulai frustasi karena dalam persidangan sebelumnya pertanyaan mereka selalu dipotong oleh majelis, ungkap Rignolda, yang juga anggota tim teknis KLH.

 

Sebaliknya, Luhut Pangaribuan anggota tim penasihat hukum NMR menyatakan banyak keterangan NMR yang terungkap dalam persidangan yang tidak dapat disampaikan ke penyidik. Mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan bukti ketika diperiksa walau sudah beberapa kali meminta. Akibatnya bukti tidak dapat diungkapkan dalam berkas ujar Luhut.

 

Sayangnya, ketika dihubungi hukumonline untuk dikonfirmasi tentang hal ini. telpon genggam JPU tidak aktif.

Pada Jum'at (1/9) Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya (NMR) Richard B. Ness memberi kesaksian yang secara kategoris menyangkal semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pencemaran linkungan Teluk Buyat. Richard Ness bersaksi dalam kapasitas sebagai Presiden Direktur mewakili NMR Terdakwa I dan pribadi sebagai Terdakwa II.

 

Surat dakwaan tidak tepat dan salah ujar Richard. Ia menyatakan seluruh kegiatan penambangan NMR dilakukan sesuai aturan dan terbuka serta disetujui pemerintah. Karena itu syarat kontrak karya tambah Richard.

 

Ia mengaku tailing NMR bukanlah limbah berbahaya berdasarkan beragam penelitian dan pengujian yang dilakukan lembaga pemerintah maupun lembaga independen lainnya. Ia menyatakan yang menarik kesimpulan berbeda hanyalah dua laporan yang dijadikan dasar oleh JPU yaitu laporan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri dan laporan Tim Teknis Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH).

 

NMR mempertanyakan kesahihan hasil uji Puslabfor karena hasilnya tidak konsisten dengan hasil uji lain menggunakan sampel data yang sama. Sedangkan laporan Tim Teknis KLH diterbitkan setelah Meneg LH saat itu, Nabiel Makarim, menerbitkan laporan berbeda yang menyatakan kandungan merkuri dan arsenik di Teluk Buyat masih di bawah baku mutu.

Tags: