Obligor BLBI Bisa Dipailitkan
Utama

Obligor BLBI Bisa Dipailitkan

Negara jelas dirugikan dalam kasus BLBI. Lalu, masih adakah celah bagi pemerintah untuk merebut kembali uang negara dari para obligor tersebut? Salah satu upaya hukum yang belum pernah disentuh oleh pemerintah adalah permohonan pailit.

Sut/Ycb/Mon
Bacaan 2 Menit

 

Asetnya bisa langsung dieksekusi

Sementara, untuk obligor yang menandatangani APU, menurut Ricardo sebetulnya kalau pemerintah mau tegas, aset para obligor itu bisa langsung dieksekusi. Pasalnya, kata dia, APU dalam konteks hukum Indonesia adalah terminologi yang hanya dibolehkan dalam Pasal 224 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement).

 

Pasal 224 HIR

Suatu grosse daripada akta hipotek dan surat hutang yang diperbuat di hadapan Notaris di Indonesia dan yang kepalanya memakai perkataan Atas Nama Seri Baginda Raja berkekuatan sama dengan putusan Hakim. Jika surat yang demikian itu tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal menjalankannya dilakukan dengan perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang dalam pegangannya orang yang berhutang itu diam atau tingggal atau memilih kedudukannya yaitu secara yang dinyatakan pada pasal-pasal di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan pengertian bahwa paksa badan itu hanya boleh dilakukan jika sudah diizinkan dengan putusan Hakim. Jika hal melakukan putusan Hakim itu harus dijalankan sama sekali atau sebagiannya di luar daerah hukum Pengadilan Negeri, yang Ketuanya menyuruh melakukan itu maka diturutlah peraturan pada Pasal 195 ayat kedua dan yang berikutnya (Tresna, 1984)

 

Pasal itu jelas menyebutkan bahwa adanya suatu grosse APU mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan putusan pengadilan yang final. Artinya, jika si obligor wanprestasi terhadap perjanjian APU, maka pemerintah tidak perlu repot-repot menggugat di pengadilan, melainkan langsung bisa mengeksekusi aset yang diagunkan dalam APU.

 

Lalu, pakar hukum perdata dan acara perdata Sudikno Mertokusumo mengatakan, grosse akta tersebut juga tidak perlu dibuktikan, sehingga harus dianggap benar apa yang tercantum di dalamnya, kecuali jika ada bukti lawan. Hal itu dimungkinkan, karena di dalam grosse APU itu oleh notaris dibuat dengan kepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan adanya kata-kata tersebut maka grosse akta mempunyai titel eksekutorial yang dipersamakan dengan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

 

Persoalannya mengapa tidak bisa dieskekusi? Mungkin dia (akta perjanjian, red) tidak dibuat sesuai dengan syarat-syarat dalam pembentukan APU, kata Ricardo. Jika ternyata hartanya tidak ada, lanjutnya, maka patut dipertanyakan pihak-pihak yang membuat kesepatakan dengan obligor.

 

Apakah ketika itu BPPN menerima laporan harta yang dia (BPPN) sendiri tidak cek? Padahal ketika dicek kemudian hari ternyata hartanya kosong. Berarti bukan hanya konglomerat yang harus dikejar, tapi orang (BPPN) juga harus diminta pertanggungjawaban. Bagaimana dia menerima sesuatu yang dinyatakan berharga, tapi faktanya tidak berharga, sambung Ricardo.

 

Sementara mengenai lima obligor yang sudah mempunyai SKL, Ricardo mengatakan hal itu sudah tidak bisa diutak-atik lagi oleh pemerintah. Menurutnya, meski Kejakgung telah menyerahkan dua kasus BLBI (BCA dan BDNI) ke Departemen Keuangan (Depkeu) – dengan alasan tidak ada perbuatan melawan hukum dan keduanya telah mendapatkan SKL – namun Depkeu sudah tidak bisa menuntut kembali selisih utang yang dipinjam dengan yang dikembalikan kedua obligor tersebut. Depkeu juga tidak bisa ngambil aset sepanjang SKL-nya nggak dibatalin. Kecuali ada perbuatan melawan hukum dalam penerbitan SKL, tegasnya

Tags: