OJK Gandeng PPATK Antisipasi Kejahatan Money Laundering
Berita

OJK Gandeng PPATK Antisipasi Kejahatan Money Laundering

Data keuangan seseorang semakin terbuka. Otoritas semakin mudah menelusuri legalitas kekayaan seseorang.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Money Laundering: BAS
Ilustrasi Money Laundering: BAS

Tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau money laundering merupakan modus paling sering dilakukan pelaku kejahatan memanipulasi hasil perbuatan melanggar hukum seperti korupsi, perdagangan narkoba hingga penghindaran pajak. Pelaku menyamarkan hasil kejahatannya tersebut seolah-olah bersumber dari kegiatan usaha legal.

 

Sering kali, penegak hukum masih kesulitan mengusut hasil kejahatan tersebut. Terlebih lagi, modus TPPU dilakukan secara berlapis-lapis dan rumit hingga menempatkan hasil kejahatannya tersebut di sistem keuangan luar negeri.  Industri jasa keuangan seperti bank dan pasar modal merupakan institusi yang paling sering digunakan dalam kejahatan pencucian uang. Dengan alasan kerahasiaan data nasabah, institusi jasa keuangan sulit untuk membuka data pribadi nasabah kepada penegak hukum sekalipun.

 

Atas kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menandatangani nota kesepahaman yang merupakan perpanjangan pada 2003.

 

OJK dan PPATK memiliki kewenangan sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur terhadap Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sesama anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU), mitra kerja sama dalam proses pengajuan Indonesia menjadi anggota organisasi internasional anti-pencucian uang (Financial Action Task Force on Money Laundering/FATF), penyusunan Indeks Persepsi Publik Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (IPP APU-PPT).

 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan bahwa adanya Nota Kesepahaman dengan PPATK merupakan upaya kedua lembaga bersama meningkatkan integritas dan kredibilitas sistem keuangan Indonesia. Penguatan pengawasan bidang anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT) serta penguatan penerapan program APUPPT oleh pelaku industri jasa keuangan juga tidak luput menjadi perhatian kedua lembaga.

 

"OJK telah membentuk Grup APUPPT sejak 2016, guna memberi dukungan penuh dalam pelaksanaan koordinasi, pengembangan ketentuan, kerja sama, pengkajian, serta memberi rekomendasi terkait APUPPT sektor jasa keuangan," kata Ketua DK OJK Wimboh Santoso," pungkas Wimboh, Selasa (19/2).

 

Wimboh mengatakan OJK perlu melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan fungsi dan tugas dalam pengaturan dan pengawasan pengawasan sektor jasa keuangan serta edukasi dan perlindungan konsumen keuangan. “Untuk bisa efektif dan efisien, kami harus berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Mahkamah Konstitusi dan juga PPATK,” kata Wimboh.

 

(Baca: Modus TPPU Lintas Negara Libatkan Advokat Hingga Notaris)

 

Wimboh menambahkan akses data kependudukan sangat penting bagi perkembangan industri jasa keuangan, diantaranya untuk keperluan pembukaan rekening simpanan, pinjaman maupun rekening efek, karena verifikasi data kependudukan menjadi lebih efisien dan akurat.

 

Kerjasama ini berkomitmen memperkuat pengawasan bidang anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT) serta penguatan penerapan program APU PPT oleh pelaku industri jasa keuangan. OJK juga telah membentuk Grup Penanganan APU PPT sejak tahun 2016 untuk memberikan dukungan penuh dalam pelaksanaan koordinasi, pengembangan ketentuan, kerja sama, pengkajian, serta pemberian rekomendasi terkait APU PPT sektor jasa keuangan.

 

Sementara itu, Kiagus menambahkan kerjasama otoritas sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menindak kejahatan pencucian uang ini. Pertukaran data dan informasi yang dimiliki masing-masing pihak dapat memudahkan pelacakan transaksi dan aset hasil kejahatan tersebut.

 

"PPATK berkomitmen meningkatkan efektivitas kerja sama pencegahan & pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme bersama OJK dengan saling bertukar informasi, saran, dan masukan," kata Kiagus.

 

Lebih lanjut, Kiagus juga menjelaskan kerjasama pertukaran data dan informasi ini juga perlu dilakukan secara lintas negara. Sebab, dia mengatakan transaksi warga negara Indonesia (WNI) juga besar terjadi di luar negeri. Sehingga, dengan pertukaran data dan informasi tersebut, pihaknya dapat mengetahui legalitas transaksi WNI di luar negeri.

 

Dia juga menyambut positif perjanjian mutual legal assistance (MLA) Indonesia-Swiss pada awal Februari lalu. Menurutnya, Swiss merupakan pusat keuangan dunia yang menjadi salah satu negara penempatan dana WNI. Dalam MLA tersebut, Kiagus menjelaskan perjanjiannya memuat klausul-klausul penyelesaian timbal balik penanganan kasus pidana berupa penelusuran aset, pengumpulan barang bukti, upaya penghadiran saksi dan pertukaran data dan informasi.

 

“Sebetulnya setiap negara yang punya potensi ekonomi tertarik berhubungan kita punya 10 negara MLA karena Swiss potensi ekonomi tinggi masyarakat Indonesia banyak berkegiatan ekonomi di sana,” jelas Kiagus.

 

Tags:

Berita Terkait