Pakar HTN Ini Prediksi Putusan PHPU Pilpres 2019 Tak Mendiskualifikasi Kandidat
Sengketa Pilpres 2019:

Pakar HTN Ini Prediksi Putusan PHPU Pilpres 2019 Tak Mendiskualifikasi Kandidat

​​​​​​​Dalil diskualifikasi kandidat Presiden dan Wakil Presiden sudah lewat, harusnya dilakukan ketika tahapan pemilu masuk proses pencalonan peserta pemilu.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim konstitusi saat sidang perdana PHPU Pilpres 2019 di gedung MK. Foto: RES
Majelis hakim konstitusi saat sidang perdana PHPU Pilpres 2019 di gedung MK. Foto: RES

Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 telah masuk tahap pemeriksaan permohonan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo-Sandi. Pakar hukum tata negara sekaligus Guru Besar IPDN, Juanda, mengatakan dalam pemeriksaan itu tim kuasa hukum Prabowo-Sandi selaku pemohon memaparkan paradigma, teori, asas, dan prinsip hukum yang ujungnya menginginkan majelis konstitusi memberikan keadilan substantif.

 

Juanda melihat tim kuasa hukum pemohon juga memaparkan dugaan kecurangan yang dilakukan pihak capres-cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf. Misalnya, diduga melibatkan aparatur pemerintahan, menaikkan gaji perangkat desa dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Mengenai dalil terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM), menurut Juanda mengacu peraturan yang berlaku, jangka waktunya sudah lewat dan mestinya ditangani Bawaslu. Sebagaimana UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, MK hanya menangani PHPU.

 

Juanda berpendapat tidak mudah untuk membuktikan terjadinya pelanggaran yang bersifat TSM. Pemohon perlu menghadirkan alat bukti yang mampu menguatkan dalil tersebut. Dalam hukum sedikitnya ada dua paradigma yaitu kritis dan legal positivistik. Hakim yang berpandangan legal positivistik akan berpegang pada UU dan peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, hakim yang kritis akan melakukan terobosan terhadap ketentuan yang kaku.

 

Oleh karena itu jika dalil TSM dapat dibuktikan, dan mempengaruhi hasil pemilu, hakim berpandangan kritis kemungkinan dapat mengabulkannya. Tapi untuk hakim berpandangan legal positivistik berpotensi bakal menolaknya karena masalah pelanggaran administratif sudah lewat waktunya dan harusnya ditangani oleh Bawaslu. Bahkan tidak menutup kemungkinan menurut Juanda dalam putusan MK nanti ada hakim yang dissenting opinion.

 

Mengenai petitum pemohon yang meminta majelis konstitusi mendiskualifikasi Ma’ruf Amin, dengan alasan yang bersangkutan diduga merupakan karyawan atau pejabat BUMN, Juanda berpendapat masalah ini harusnya digugat ke PTUN setelah KPU menerbitkan keputusan mengenai penetapan capres-cawapres. Atas dasar itu Juanda berpendapat tuntutan itu akan sulit dipenuhi.

 

“Saya memprediksi MK tidak akan memberi putusan untuk mendiskualifikasi calon,” kata Juanda dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (15/6).

 

Mengacu UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Juanda, mengatakan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung. Oleh karena itu jika bank di mana Ma’ruf Amin menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah modalnya tidak dimiliki negara melalui penyertaan langsung maka tidak masuk kategori BUMN. “Saya melihat Ma’ruf Amin secara yuridis formal sulit untuk didiskualifikasi,” urainya.

 

Baca:

 

Tapi jika hakim konstitusi berpendapat lain, Juanda berpendapat sanksi itu diberikan kepada pihak yang bersalah. Jika dalam hal ini yang bersalah Ma’ruf Amin sebagai cawapres maka Jokowi sebagai capres nomor urut 01 tidak bisa dibebankan kesalahan itu. Kecuali kesalahan itu diketahui dan tidak dilakukan koreksi. Tapi yang jelas mengacu aturan yang berlaku Juanda menilai Ma’ruf Amin tidak memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai karyawan atau pejabat BUMN.

 

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan jika menggunakan preseden putusan MK dalam beberapa perkara pemilihan kepala daerah (Pilkada) bisa saja hakim memutus diskualifikasi untuk kandidat. Tapi ada juga preseden lain di mana Bawaslu memutuskan calon legislatif tersebut memenuhi persyaratan walau menjadi karyawan anak perusahaan BUMN. “Ini tergantung proses pembuktian apakah mampu meyakinkan hakim,” katanya.

 

Tapi Titi berpendapat persoalan ini harusnya selesai ditangani Bawaslu karena terkait pengawasan terhadap persyaratan pencalonan. UU Pemilu mengatur pelaporan administrasi pelanggaran pemilu dilakukan paling lama 7 hari kerja sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran pemilu. Kewenangan pengawasan ini dan penanganannya ada di Bawaslu. Dikabulkan atau tidaknya petitum ini menurut Titi tergantung juga mazhab yang digunakan hakim apakah mau atau tidak menangani persoalan tahapan, dan pencalonan pemilu.

 

Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Priyo Budi Santoso, menjelaskan awalnya pihak Prabowo-Sandi tidak berencana mengajukan permohonan PHPU ke MK. Tapi pendukung Prabowo-Sandi meminta agar upaya hukum itu dilakukan. Melalui langkah ini pihak Prabowo-Sandi mau menunjukkan keadilan substantif terus diperjuangkan sampai detik akhir. Tim kuasa hukum yang sudah dipilih Prabowo-Sandi dinilai sudah memiliki reputasi yang teruji.

 

Kendati demikian Priyo mengakui tidak mudah untuk membongkar fakta yang ada misalnya pelanggaran yang bersifat TSM. Dalam persidangan nanti tim kuasa hukum akan menghadirkan alat bukti dan saksi yang memperkuat dalil. Mengenai tuntutan yang meminta hakim MK mendiskualifikasi kandidat Jokowi-Ma’ruf, Priyo mengatakan awalnya BPN tidak mengetahui ada peluang ini. BPN Prabowo-Sandi baru mengetahuinya setelah tim kuasa hukum memberikan masukan dan pemahaman. “Ini berpotensi menggugurkan pencalonan kandidat capres-cawapres,” ujarnya.

 

Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Taufik Basari, menilai pemeriksaan pendahuluan yang telah bergulir berjalan dengan lancar dan semua pihak diberi kesempatan yang sama untuk berkomentar. Pria yang disapa Tobas itu mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan PHPU ke MK. Paling penting, pemohon harus membuktikan semua dalilnya. “Apapun hasil putusan MK, semua harus menerima sebagai suatu keputusan final,” tegasnya.

 

Tobas berpendapat UU Pemilu sudah mengatur semua aturan main dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Regulasi itu mengatur penanganan berbagai macam bentuk pelanggaran seperti administratif yang menjadi ranah Bawaslu. Sementara tugas MK menangani penyelesaian PHPU. Jika ada pihak yang keberatan dengan persyaratan pencalonan, harusnya gugatan diajukan sejak awal setelah KPU menetapkan pasangan capres-cawapres.

Tags:

Berita Terkait