Pakar Hukum Laut STIH IBLAM Luncurkan Buku Maritime Horizon
Terbaru

Pakar Hukum Laut STIH IBLAM Luncurkan Buku Maritime Horizon

Membahas topik hukum laut dan kepentingan Indonesia. Ditulis oleh dosen hukum yang juga seorang diplomat di Kementerian Luar Negeri.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Pakar hukum maritim STIH IBLAM, Ahmad Almaududy Amri, meluncurkan buku berjudul Maritime Horizon. Foto: NEE
Pakar hukum maritim STIH IBLAM, Ahmad Almaududy Amri, meluncurkan buku berjudul Maritime Horizon. Foto: NEE

Ahmad Almaududy Amri, pakar hukum maritim Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM meluncurkan buku berjudul Maritime Horizon. Karya terbarunya ini adalah kumpulan artikel hukum laut dan diplomasi maritim Indonesia yang sudah terbit di media massa dan jurnal internasiona. Peluncuran dilakukan pada Kamis 16 November 2023 lalu di IBLAM School of Law Kampus A, Jakarta Pusat. Peluncuran buku ini sekaligus dengan bedah buku oleh panelis dan diskusi publik.

Ketua Yayasan Lembaga Pengembangan Ilmu Hukum dan Manajemen (LPIHM) IBLAM, Rahmat Dwi Putranto dan co-Founder Rostrum Diplomacy Indonesia Adib Zaidani Abdurrohman hadir sebagai panelis. “Senjata kita untuk bernegosiasi dengan negara-negara dunia adalah rule of law,” kata Abdurrohman yang juga seorang diplomat di Kementerian Luar Negeri.

“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia perlu memberikan perhatian yang lebih terhadap isu-isu kemaritiman,” kata Ahmad Almaududy dalam pemaparan isi bukunya. Ia mengajukan setidaknya delapan poin sorotan. Masing-masing poin itu menjadi bahasan dalam buku yaitu diplomasi kelautan, Laut Cina Selatan, biodiversity beyond national jurisdiction, hukum laut, illegal unreported-unregulated fishing, smuggling, freedom of navigation, dan klaim di Natuna.

Baca Juga:

“Perlu memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya yang terkandung di dalamnya sesuai kepentingan nasional dan hukum internasional khususnya UNCLOS,” ujar Ahmad Almaududy menambahkan. Selain dosen tetap STIH IBLAM, ia juga tercatat sebagai pendiri Rostrum Diplomacy Indonesia dan diplomat di Kementerian Luar Negeri.

Almaududy meraih gelar doktor dari Australian National Centre for Ocean Resources and Security (ANCORS), University of Wollongong, Australia tahun 2016. Risetnya menekuni International Law/Law of the Sea. Almaududy  menuntaskan studi doktor itu dalam usia 26 tahun 9 bulan.

Karya Almaududy ini mendapat sambutan baik dari dua diplomat senior Indonesia. Tercatat Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh pada Republik Austria, Republik Slovenia, dan Organisasi Internasional berkedudukan di Wina, Damos Dumoli Agusman ikut memberi sambutan tertulis di bukunya. Diplomat senior lainnya yang juga memberi sambutan tertulis adalah Bebeb Abdul Kurnia Nugraha Djundjunan, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Yunani.

Almaududy menguraikan pentingnya the power of diplomacy dalam urusan kelautan dalam sesi bedah buku. Salah satu hasilnya terbukti mampu mengubah konsep wilayah perairan Indonesia dalam Deklarasi Juanda. Dahulu, perairan Indonesia yang diakui secara internasional hanya berjarak 3 nautical miles dari daratan.

Uraian lainnya adalah isu Laut Cina Selatan. Akar konflik di area ini antara lain karena merupakan lajur perairan internasional strategis. Ada pula sumber daya alam melimpah di Laut Cina Selatan sehingga Cina mencari celah kekosongan hukum laut. Posisi Indonesia saat ini tidak membuat klaim apa pun. Indonesia berkomitmen sepenuhnya mengacu pada UNCLOS (United Nation Convention On the Law of the Sea) dan mendukung instrumen hukum internasional.

Terakhir, Almaududy menjelaskan perjanjian keanekaragaman hayati laut di luar yurisdiksi nasional. Perjanjian ini masih dalam proses menunggu kesediaan 60 negara menandatanganinya sebelum menjadi instrumen hukum laut internasional.

Tags:

Berita Terkait