Pandangan Ahli Terkait Pengujian Perubahan UU MK
Utama

Pandangan Ahli Terkait Pengujian Perubahan UU MK

Ketentuan Peralihan Perubahan UU MK dapat menjadi contoh buruk di kemudian hari. Sebab, masa jabatan hakim konstitusi yang sedang menjalankan tugasnya dapat diubah sewaktu-waktu atas dasar kepentingan dan motif politik tertentu dari pembentuk undang-undang.

Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit

Secara sederhana, rakyat digambarkan telah memberi legitimasi kepada badan pembentuk undang-undang untuk membentuk norma yang mencerminkan kehendak publik. Relasi yang demikian ini dapat disebut sebagai relasi satu arah dari rakyat kepada negara. Sementara itu, lanjut Despan, dalam perkembangan teori legisprudensi kontrak sosial tersebut dapat dilihat dari perspektif trade of person

“Artinya, pembentuk undang-undang memiliki kewajiban untuk berinteraksi dengan rakyat dan memberikan justifikasi atas setiap pembentukan undang-undang yang dilakukan. Karena itu, hal yang perlu digarisbawahi hukum pada muaranya menghendaki setiap pembentukan undang-undang harus melibatkan partisipasi publik secara layak,” terang Despan. 

Despan juga menyatakan partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu undang-undang merupakan suatu wujud implementasi konkret dari demokrasi dan kedaulatan rakyat. Melalui demokrasi, termuat adanya pilihan untuk melibatkan rakyat atas kebijakan yang dibuat atau diramu oleh pembentuk peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, dapat dipahami kebijakan terbaik bagi rakyat adalah hal-hal yang terbaik pula menurut kehendak rakyat.

Kehendak rakyat ini sering dikaburkan dengan dianutnya demokrasi perwakilan di Indonesia. Namun perlu dicatat, meskipun undang-undang secara formal telah dibentuk DPR dan Presiden sebagai wujud demokrasi perwakilan dan aspek-aspek dari demokrasi dijalankan atas dasar demokrasi perwakilan, namun hal ini tidak berarti demokrasi hanya dijalankan atau hanya berada di tangan perwakilan. 

“Dari demokrasi perwakilan tersebut tetap dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk lebih menjamin perwujudan politik yang general. Karena itu, dalil-dalil demokrasi perwakilan tetap ada pranata-pranata seperti referendum, inisiatif rakyat, petisi, termasuk hak menyatakan pendapat dalam demo, dan lainnya,” terang Despan. 

Untuk diketahui, permohonan perkara Nomor 90/PUU-XVIII/2020 dimohonkan Allan Fatchan G.W. yang berprofesi sebagai dosen FH UII. Pemohon menilai Pasal 15 ayat (2) huruf d, Pasal 22, Pasal 23 ayat (1) huruf d, Pasal 26 ayat (1) huruf b, dan Pasal 87 huruf b UU MK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945.

Pemohon berpandangan proses pembentukan UU MK secara formil telah melanggar dan bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai undang-undang pelaksana Pasal 22A UUD 1945. Pemohon menilai ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf d terkait perubahan kriteria usia dengan menambah dari usia 47 tahun menjadi usia 55 tahun tersebut tidak memiliki urgensi yang nyata.

Tags:

Berita Terkait