Pemegang Warkat Saham Sampoerna Diminta Membuktikan Kepemilikan Sahamnya
Berita

Pemegang Warkat Saham Sampoerna Diminta Membuktikan Kepemilikan Sahamnya

Penggugat minta pengadilan memutuskan agar mereka dinyatakan sebagai pemilik 20 ribu lembar saham Sampoerna.

Bim
Bacaan 2 Menit
Pemegang Warkat Saham Sampoerna Diminta Membuktikan Kepemilikan Sahamnya
Hukumonline

 

Selain itu, Sampoerna sebagai emiten dan juga PT Sirca selaku BAE, diminta membantu Bank Pinaesaan untuk mengkonversi saham tersebut ke dalam bentuk scriptless.

 

Lebih jauh dikatakan Santi, sebelum pengajuan gugatan, telah dilakukan upaya penyelesaian dengan Sampoerna selama empat tahun lamanya. Bahkan dalam upaya tersebut, PT Sirca, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), juga diikutsertakan. KSEI sebenarnya memiliki salinan dari slip penyelesaian yang jadi pokok persoalan. Tapi, ada ketentuan dari BAPEPAM–-akibat peralihan era scriptless—dimana seluruh dokumen yang berumur lebih dari lima tahun harus dimusnahkan.  

 

Secara umum, dalam tanggapannya para tergugat mempersoalkan ketiadaan bukti pembelian saham (slip penyelesaian) yang dilakukan oleh Bank Pinaesaan. Tanpa itu, para tergugat menyangsikan kepemilikan saham tersebut. Mereka khawatir akan ada tuntutan dari pihak ketiga di kemudian hari. Sampoerna sendiri dalam jawabannya di persidangan, juga menyangsikan kepemilikan saham tersebut.

 

Akan kekhawatiran ini, Santi menjamin bahwa pihaknya akan bertanggungjawab apabila ada tuntutan hukum di kemudian hari. Namun, para tergugat tidak serta merta mengamini pernyataan tersebut. Pasalnya, seandainya dikabulkan, sangat mungkin para tergugat, akan duduk kembali bersama Bank Pinaesaan dalam kursi tergugat.

 

Upaya penelusuran

Sebagaimana dipaparkan oleh Bank Pinaesaan dalam repliknya, Slip Kepemilikan Saham (SKS) yang dimiliki telah hilang. Setelah melaporkan kehilangan tersebut pada kepolisian, bank tersebut meminta bantuan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), untuk mengumumkan tentang SKS yang hilang kepada publik. Namun, dari pengumuman itu, tidak ada pihak yang menanggapi.

 

Upaya penulusuran yang dilakukan Bank Pinaesaan terhadap sejarah transaksi 20 ribu lembar saham itupun dikatakan Santi menemui jalan buntu. Sebab, broker yang menangani transaksi terakhir sudah gulung tikar. Sehingga, dokumen transaksi juga tidak terlacak. Bahkan saat mengadu pada BEJ, justru Bank Pinaesaan diminta untuk meminta penjelasan dari KSEI dan KPEI.

 

Nama pihak-pihak yang tertera dalam SKS tersebut pun tidak ada yang mengakui bahwa saham yang dipersengketakan itu adalah milik mereka. Hal ini ditegaskan Santi, merujuk pada surat konfirmasi dari pihak-pihak yang namanya tercantum. Walaupun tidak semuanya memberikan konfirmasi.

 

Menurut Yoyok Isharsaya, Kepala Divisi Legal BEJ, persoalan ini sudah dibicarakan secara internal. Dalam kesimpulan BEJ, pihak BAE atau emiten harus berani mengambil keputusan mengenai hak kepemilikan saham tersebut.

 

Dia berpendapat, pihak emiten semestinya bisa melakukan due diligence mengenai substansi permasalahan ini. Apabila yang dicari adalah slip penyelesaian, tambah Yoyok, tidak akan ada penyelesaian.

 

Akan timbul preseden yang buruk apabila dalam industri pasar modal ini ada saham yang tidak ada pemiliknya. Kalau ada corporate action terus mau diserahkan kepada siapa, ujar Yoyok kepada hukumonline, Jumat (15/7).

 

Menurut Yoyok, untuk menghindari klaim dari pihak ketiga, dapat dibuat suatu  pengumuman melalui media massa tentang kepemilikan saham tersebut. Selain itu, pemegang warkat harus berani memberikan jaminan untuk menanggung  gugatan  dari pihak ketiga di kemudian hari.

 

Tidak tepat

Di mata praktisi hukum pasar modal, Ahmad Fikri Assegaf, upaya yang ditempuh Bank Pinaesaan melalui gugatan terhadap emiten dan juga BAE yang bersangkutan, tidak tepat. Secara administrasi harus dilacak melalui brokernya. Kalaupun brokernya pailit harus diurutkan dari BEJ dan institusi lainnya, menyangkut transaksi pembelian saham tersebut, terangnya kepada hukumonline.

 

Fikri berpendapat, bagaimanapun juga pemegang saham harus bisa membuktikan bukti transaksi jual beli saham tersebut. Tanpa itu, tidak serta merta pemegang warkat bisa mengklaim bahwa dia adalah pemegang sahamnya.

 

Dia menegaskan, pembuktian pemegang saham ini adalah pemegang saham yang tercatat, bukan sekedar pembawa warkat. Dengan adanya bukti itu, maka BAE wajib mencatatkan, karena pemegang warkat tersebut bisa membuktikan bahwa dia adalah pembeli beritikad baik. Ada kemungkinan, setelah membeli saham, Bank Pinaesaan teledor tidak mendaftarkan kepemilikan sahamnya, tambahnya.

Di PN Jakarta Selatan tengah digelar sidang gugatan terhadap PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna) dan Badan Administrasi Efek (BAE) terkait status kepemilikan saham publik di perusahaan rokok tersebut. Sidang yang luput dari perhatian publik ini sudah memasuki agenda pembuktian. Pada persidangan Kamis (14/7) kemarin, pihak tergugat yang diberi kesempatan mengajukan bukti tidak hadir.

 

Adalah PT Bank Pinaesaan (dalam likuidasi) yang penggugat dalam perkara ini, yang mengklaim sebagai pemilik 20 ribu lembar saham perdana Sampoerna. Persoalannya, Bank Pinaesaan hanya memiliki warkat dari saham tersebut.

 

Sedangkan slip penyelesaian transaksi sebagai syarat untuk mendaftarkan pencatatan nama pemilik saham, serta mengkonversi saham menjadi scriptless, diakui Bank Pinaesaan telah hilang.

 

Menurut kuasa hukum Bank Pinaesaan, I Gusti Ayu Santi Pujianti, saham ini terakhir kali ditransaksikan pada 10 Oktober 1997, namun hingga kini dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) Sampoerna ataupun di  DPS PT Sirca Datapro Perdana selaku BAE, saham tersebut belum tercatat atas nama mereka. Akibatnya, saham itu tidak dapat ditransaksikan.

 

Gugatan yang didaftarkan pada 4 November tahun lalu itu, pada pokoknya meminta kepada majelis PN Jaksel agar menyatakan saham yang disengketakan adalah sah milik penggugat dan dapat segera ditransaksikan.

Tags: