Pemerintah Lambat Putuskan Status Pengelolaan Blok Mahakam
Berita

Pemerintah Lambat Putuskan Status Pengelolaan Blok Mahakam

Keberanian Jokowi dipertanyakan, bahkan disangsikan mampu melawan tekanan asing.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara (kanan). Foto: SGP
Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara (kanan). Foto: SGP
Kontrak pengelolaan status Blok Mahakam bakal berakhir 31 Maret 2017. Pemerintah semestinya mengambil langkah cepat dalam menetapkan resmi pengelolaan Blok Mahakam. Padahal, pemerintah pernah menjanjikan membuat keputusan pada Februari 2015, setelah PT Pertamina (Persero) menyampaikan proposal.

Demikian disampaikan Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Selasa (17/3). “Kelambatan ini menjadi tanda tanya di benak rakyat, mengapa keputusan yang seharusnya gampang menjadi sulit dan lama diputuskan,” ujarnya.

Pemerintah memang bakal menyerahkan 100 persen Blok Mahakam kepada Pertamina. Sayangnya, pemerintah belum juga membuktikan komitmennya dengan menerbitkan keputusan tersebut, baik melalui Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mau pun Presiden.

Menurutnya, rakyat menjadi ragu atas komitmen pemerintah mendukung dan membesarkan perusahaan milik negara, Pertamina. “Jangan-jangan pernyataan tersebut hanya sandiwara, karena ada tekanan atau niat oknum-oknum tertentu untuk tetap memberi saham kepada Total dan Inpex,” katanya.

Mantan anggota DPD periode 2004-2009 itu mengatakan, adanya informasi  komposisi kepemilikan saham Blok Mahakam sejak 1 April 2015 adalah 51 persen milik Pertamina, 30 persen Total, dan 19 persen daerah. Namun sayangnya, kata Marwan, informasi tersebut tanpa disertai dokumen penetapan pemerintah. Ia berpandangan dengan lambatnya penerbitan surat keputusan dari pemerintah, boleh jadi informasi kepemilikan saham tersebut benar adanya.

Marwan menengarai adanya oknum partai, penguasa maupun pengusaha yang berprilaku sebagai begal dalam proses pengambilan keputusan kontrak Blok Mahakam. Ia menilai para begal Mahakam tersebut bekerja untuk pihak asing dan pengusaha swasta. Kompensasinya, mereka memperoleh kesempatan bisnis, berburu rente, dan mendapat dukungan politik.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia(EWI), Ferdinand Hutahaean, berpandangan pemerintah tak memiliki keberanian melawan tekanan asing untuk mengambil alih 100 persen Blok Mahakam. Ia beralasan, pejabat Kementerian ESDM seperti Sudirman Said berulang kali menginginkan membatalkan UU Minerba lantaran ingin mengakomodir kepentingan asing.

Ironisnya, kontrak Blok Mahakam bakal berakhir, namun tak juga adanya kejelasan dari pemerintah apakah akan diambil seluruh atau sebagian. “Kenapa tidak jelas sampai sekarang, berarti ada yang dilindungi di sini, ada yang tidak ingin dibuka ke publik, ada yang ditutupi kalau melihat situasi normal. Mestinya pemerintah sudah harus tegas menyatakan sikap bahwa mau diambil alih atau tidak,” ujarnya

Ia berpendapat, jika pemerintah berniat mengambil alih seluruhnya, maka pemerintah sudah mulai melakukan hal teknis seperti Pertamina mulai masuk masa transisi. Misalnya mulai masuk ke sistem operasi Blok Mahakam. Pertamina, kata Ferdinans mesti sudah mulai mengambil alih agar mampu menguasai teknis operasional Blok Mahakam.

“Tapi apakah pemerintah Jokowi berani, ya saya sangat pesimis pemerintah ini berani,” katanya

Di lain sisi, Ferdinand optimis Pertamina mampu mengendalikan Blok Mahakam jika diambil alih 100 persen oleh pemerintah. Ia meminta agar Pertamina tak dikerdilkan. Pasalnya Pertamina memiliki sumber daya manusia yang cukup mumpuni dalam penguasaan teknologi.

Selain itu persoalan keuangan, pemerintah mampu mencarikan anggaran. Pasalnya kontraktor asing pun menggunakan cara dengan menggadaikan kontrak ke bank luar dalam rangka mencari pendanaan.

“Nah, kalau memang orang asing itu juga menggadaikan ase kita di luar, kenapa bukan kita yang menggadaikan untik mencari sumber dana, logikanya seperti itu simple, nah itu yang tidak dilakukan,” katanya.

Terlepas dari semua persoalan tersebut, kuncinya berada di tangan pemerintah. Keberanian pemerintah di bawah tampuk kepemimpinan Jokowi amatlah ditunggu publik. Maklum, Jokowi dalam kampanye Pilpres lalu acapkali menyatakan ketahanan energi.

“Jokowi harus benar-benar kembali ke Trisakti Bung Karno, dan kembali ke nawacita yang dia buat kita sendiri. Kalau dia tidak mau kembali ke situ, ya bangsa ini saya pikir tidak akan bertahan dua tahun lagi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait