Pemohon Uji Materi UU Perkawinan Berkurang Satu
Berita

Pemohon Uji Materi UU Perkawinan Berkurang Satu

Alasannya, lantaran sibuk dengan pekerjaan.

CR-17
Bacaan 2 Menit
Para pemohon saat bersidang di MK, Kamis (4/9). Foto: Humas MK
Para pemohon saat bersidang di MK, Kamis (4/9). Foto: Humas MK

Awalnya, permohonan pengujian UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait perkawinan beda agama diajukan lima orang yakni Anbar Jayadi, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Damian Agata, dan Lutfi Sahputra. Kini, formasi pemohon berubah setelah Varida mengundurkan diri.

Anbar masih tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Sementara, Rangga, Damian, Lutfi, dan Varida sudah berstatus alumni FHUI.

Informasi ini pertama kali disampaikan Damian dalam persidangan lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (17/9). Dikutip dari Resume Sidang yang diunggah www.mahkamahkonstitusi.go.id, Damian menyampaikan bebarapa perbaikan materi permohonan, salah satunya perubahan pemohon. Nama Varida Megawati Simarmata tidak lagi dicantumkan dalam permohonan.

Melalui pesan singkat kepada hukumonline, Kamis malam (18/9), Varida menyebut ‘sibuk karena pekerjaan’ yang menjadi alasan kenapa dia mundur. Lantaran sibuk, Varida khawatir tidak bisa berkomitmen secara penuh dalam proses persidangan permohonan ini di MK. “Komitmen dari segi waktu dan pemikiran untuk permohonan ini,” ujarnya. 

Meskipun tidak lagi bergabung dengan tim pemohon, Varida menyatakan tetap mendukung langkah hukum teman-temannya mengajukan permohonan pengujian UU Perkawinan ke MK. Secara pribadi, kata Varida, dirinya mendukung upaya pencarian dan kepastian dan perlindungan hukum melalui permohonan yang diajukan Anbar dkk.  

Varida menegaskan bahwa dirinya mundur bukan karena adanya tekanan dari masyarakat. Menurut Varida, tekanan dari pihak keluarga juga tidak ada, karena keluarga memberikan kebebasan kepadanya untuk menjadi bagian dari tim pemohon atau tidak.

“Lebih karena tidak bisa profesional dengan jadwal tim (pemohon) saja, jadinya memilih mundur,” kata Varida.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, seorang mahasiswi dan empat orang alumni FHUI mengajukan permohonan pengujian Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Para pemohon menilai Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan berimplikasi pada tidak sahnya perkawinan di luar hukum agama.

Pasal ini mengandung unsur “pemaksaan” warga negara untuk mematuhi agama dan kepercayaannya di bidang perkawinan. Efeknya, timbul penyelundupan hukum dengan melangsungkan perkawinan di luar negeri, secara adat, atau pindah agama sesaat. Karenanya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945.

Pemohon menilai Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (1), Pasal  28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

“Pasal itu bentuk pembatasan hak warga negara untuk melangsungkan perkawinan,” ujar salah satu pemohon Luthfi Sahputra dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Kamis (4/9). Luthfi didampingi pemohon lainnya yaitu Damian dan Anbar Jayadi.

Dalam perkembangannya, permohonan Anbar dkk mengalami beberapa perubahan. Yang paling signifikan berubah adalah petitum (tuntutan) permohonan yang semula meminta menghapus Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menjadi meminta pemaknaan baru pasal itu dengan cara MK memberi tafsir konstitusional bersyarat (conditionally constitutional).

“Kami ingin bunyi pasal itu, ‘Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu sepanjang dimaknai penafsiran hukum agama dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait