Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (IKA FH USAKTI) telah menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Pro dan Kontra Justice Collaborator Bharada Eliezer”. Bertempat di Auditorium Lantai 2 Gedung H Fakultas Hukum Universitas Trisakti, acara tersebut berlangsung dengan kondusif dan diikuti oleh puluhan mahasiswa yang memadati ruangan.
"FGD luar biasa ini (dihadirkan) karena akhir-akhir ini kita sangat concern dengan kasus yang berlangsung Ferdy Sambo cs. Kita tahu Justice Collaborator (JC) memberi keterangan dengan kejujuran untuk meringankan hukuman. Tapi ada pro kontra dalam pemberian hukuman (terhadap Richard Eliezer),” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Dr. Siti Nurbaiti, dalam sambutannya di Auditorium Lantai 2 Gedung H Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Kamis (2/2/2023).
Baca Juga:
- LPSK Kritisi Penerapan Justice Collaborator dalam Tuntutan Richard Eliezer
- Tuntutan 12 Tahun Dinilai Tak Pertimbangkan Richard Eliezer Selaku Justice Collaborator
- Jadi Eksekutor, Hal yang Memberatkan Tuntutan Richard Eliezer
Memang, proses persidangan perkara pembunuhan berencana terhadap almarhum Yosua Hutabarat (Brigadir J) terus menuai atensi publik. Belum lama ini pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan surat tuntutannya terhadap para terdakwa. Dengan Ferdy Sambo (FS) dituntut pidana seumur hidup; Richard Eliezer Pudihang Lumiu (RE) dituntut 12 tahun penjara. Sedangkan Putri Candrawathi (PC), Kuat Maruf (KM), Ricky Rizal Wibowo (RR) masing-masing dituntut 8 tahun penjara.
Tuntutan yang diajukan pihak Jaksa Penuntut Umum lantas mendapat respons pro dan kontra di kalangan masyarakat termasuk kalangan pakar hukum. Utamanya, menyoroti besaran tuntutan yang diberikan oleh JPU bagi Terdakwa Richard Eliezer yang seolah tidak memberikannya status sebagai Justice Collaborator (JC).
“Terkait Justice Collaborator ini karena penuntut dalam perkara itu mengancam pidana yang lebih tinggi (terhadap Richard) dari 3 terdakwa lain. Hal ini menjadi kekhawatiran menjadi preseden buruk (dalam proses peradilan, red). Karena masih banyak kejahatan lain yang memerlukan Justice Collaborator,” ujar Dewan Penasihat IM57+, Novel Baswedan dalam pemaparan materinya sore itu.
Novel melihat dalam kasus pembunuhan biasanya tidak dilakukan secara terorganisir. Akan tetapi menurutnya, dalam konteks perkara pembunuhan Brigadir J di mana terdapat skenario yang dibuat, sehingga terjadi upaya obstruction of justice. Bahkan yang melakukan merupakan penegak hukumnya yang jelas tidak mungkin terjadi di proses kejahatan lainnya. “Saya melihat ini ada kemiripan dan pola yang sama dalam kejahatan terorganisir,” paparnya.