Penggunaan Instrumen Hukum untuk Kepentingan Politik Dominan di 2019
Berita

Penggunaan Instrumen Hukum untuk Kepentingan Politik Dominan di 2019

Terkonsolidasinya kepentingan para pemegang kursi kekuasaan yang didominasi para elite partai politik.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

“Kemudian, sejumlah nama yang tidak memiliki rekam jejak positif dalam upaya pemberantasan korupsi justru dipilih sebagai Komisioner KPK,” ujarnya.

 

Baca:

 

Dua peristiwa itu menimbulkan keraguan publik terhadap keberpihakan Presiden Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi. Musibah bagi KPK ditambah dengan disahkannya revisi UU KPK yang dibahas dalam tempo sangat singkat dengan proses yang tidak melibatkan publik.

 

Fajri menilai, sejumlah ketentuan yang justru melemahkan KPK disetujui bulat oleh DPR bersama presiden. Rangkaian kejadian tersebut menambah rapor merah Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi, selain tak kunjung tuntasnya pengungkapan kasus teror yang menimpa Novel Baswedan dan sejumlah pegawai KPK lainnya.

 

Selain itu terdapat indikasi untuk melanggengkan kekuasaan ditampakkan oleh lembaga legislatif. Melalui perubahan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3, partai-partai politik yang menjelma fraksi di DPR menyepakati pembagian kursi pimpinan MPR untuk periode 2019-2024 sebanyak 10 orang, terdiri dari 9 kursi untuk perwakilan 9 fraksi di DPR dan 1 kursi untuk perwakilan dari DPD.

 

Menurut Fajri, ambisi bagi-bagi kursi pimpinan ini bukan hal baru karena telah dimulai sejak tahun lalu ketika UU Nomor 17 Tahun 2014 yang menentukan 5 kursi pimpinan MPR diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2018 yang menambahkan jumlah pimpinan MPR menjadi 8 orang.

 

Sementara dari sisi kinerja, Fajri menilai, tak ada kemajuan signifikan yang ditunjukkan selama DPR menjalankan tahun terakhir periode jabatannya. Secara kuantitas, target penuntasan 55 RUU yang tercantum di dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2019 hanya terpenuhi sebanyak 12 RUU atau 21,8%. Secara keseluruhan dalam kurun waktu 5 tahun, dari 189 RUU yang ditargetkan sepanjang 2014–2019, hanya 35 RUU atau 18% yang berhasil diselesaikan. Dari aspek kualitas pun tak lebih baik karena sejumlah RUU bermasalah justru hadir di pengujung akhir masa kerja DPR, salah satunya adalah RUU KPK yang disetujui menjadi UU di tengah gelombang penolakan masyarakat secara nasional.

Tags:

Berita Terkait