Penghalangan Akses Persidangan Fatia-Haris Menuai Kecaman
Terbaru

Penghalangan Akses Persidangan Fatia-Haris Menuai Kecaman

Bentuk penghalangan antara lain membatasi kuasa hukum Fatia-Haris yang masuk ke ruang sidang hanya 12 orang, begitu juga dengan masyarakat yang ingin menyaksikan persidangan termasuk jurnalis.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Selain itu Isnur mengingatkan ketika melaporkan Fatia-Haris ke polisi, Luhut mengaku sebagai individu biasa. Tapi faktanya dalam persidangan kemarin menunjukkan sebaliknya, di mana sidang dijaga ketat aparat keamanan dalam jumlah banyak dan terdapat prajurit TNI yang melakukan pengamanan.

Kuasa hukum Fatia-Haris juga sempat tidak dapat masuk ke ruang sidang karena dihalang-halangi ketika hendak masuk ke pengadilan. Sekalipun boleh masuk jumlahnya dibatasi hanya 12 orang. Penghalangan untuk mengakses persidangan itu tak hanya dialami kuasa hukum Fatia-Haris tapi juga masyarakat yang ingin memantau jalannya sidang termasuk jurnalis. Tindakan itu menambah buruk kebijakan pengadilan sebelumnya yang mengubah kesepakatan sidang dari Senin menjadi Kamis hanya karena permintaan kuasa hukum Luhut yang diajukan tanpa bukti.

“Kami mengecam langkah yang diambil oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang membatasi akses ke ruang persidangan. Sejak minggu lalu, publik dan kuasa hukum dibatasi untuk mengikuti jalannya persidangan tanpa disertai dengan landasan legal yang jelas,” ujar Isnur.

Bagi Isnur, penghalang-halangan itu melanggar asas persidangan terbuka untuk umum sebagaimana disebut Pasal 13 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan melecehkan profesi advokat yang hendak memberikan pendampingan hukum untuk kliennya. Penghalangan terhadap jurnalis yang meliput persidangan juga melanggar kebebasan pers sebagaimana diatur UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pernyataan majelis hakim dalam persidangan yang menyindir suara kuasa hukum Fatia-Haris yang terdengar kecil seperti suara perempuan juga dianggap tidak etis. Sontak tim kuasa hukum Fatia-Haris protets dan meminta ketua majelis Cokorda Gede Arthana untuk mencabut pernyataan tersebut.

Terpisah, juru bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting, mengatakan KY melakukan pemantauan secara langsung persidangan tersebut. Pemantauan itu dilakukan untuk menjaga kemandirian dan akuntabilitas hakim. “Yang pasti hakim sepatutnya memang menjaga kode etik dan pedoman perilaku dalam memimpin persidangan,” katanya.

Miko menegaskan semua sikap, perkataan, dan perilaku hakim dicatat dan direkam KY. Pemantauan tersebut akan ditindaklanjuti. Salah satu aspek penting yang terlihat memang soal akses terhadap keadilan. Pengelolaan peradilan oleh pihak pengadilan menjadi penting agar kesan transparan dan mandiri dapat terlihat.

“Kata kuncinya akses terhadap keadilan mesti dijamin dengan proporsional. Tentu kita semua tidak ingin ada kesan penghalangan terhadap akses terhadap keadilan ini,” ujarnya.

Mantan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia itu mengatakan secara umum KY berharap majelis hakim dapat memeriksa dan mengadili perkara ini dengan mengacu kepada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Bentuknya banyak, salah satunya dapat menahan diri dari perkataan yang seksis dan misoginis.

Tags:

Berita Terkait