Penting Diketahui, Kini Ada Panduan Penyusunan Restatement Hukum
Berita

Penting Diketahui, Kini Ada Panduan Penyusunan Restatement Hukum

Dalam dunia akademik dan praktik hukum, penggunaan restatement perlu didorong sebagai alternatif rujukan hukum.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi restatement sebagai bagian dari sumber rujukan hukum. Ilustrator: HGW.
Ilustrasi restatement sebagai bagian dari sumber rujukan hukum. Ilustrator: HGW.

Pernahkah Anda merasa bingung memahami suatu konsep hukum seperti ‘harta bersama’, ‘bukti permulaan yang cukup’, ‘merugikan keuangan negara’, ‘klausula baku’, atau konsep ‘perbuatan melawan hukum oleh penguasa’? Jika ya, cara yang paling mudah dan sering dilakukan orang untuk memahami konsep itu adalah melihat makna kata-kata yang dipakai dalam kamus atau melihat definisinya dalam peraturan perundang-undangan.

Tetapi jika ingin mendapatkan penjelasan atau gambaran yang lebih detil, kamus dan pasal dalam perundang-undangan kurang dapat diandalkan. Anda harus mencari bahan lain seperti buku yang ditulis seorang pakar hukum. Sekadar contoh, ketika ingin memahami lebih jelas konsep perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad), Anda perlu membaca buku Sudikno Mertokusumo ‘Perbuatan Melawan Hukum oleh Pemerintah’ (edisi terbaru, 2019).

Ada banyak buku yang bisa digunakan untuk memahami konsep-konsep hukum tertentu sesuai bidangnya. Ada sejumlah cara pula yang bisa digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep hukum. Dan, tidak ada salahnya membaca karya-karya para akademikus dan praktisi yang relevan karena tujuannya adalah memperjelas pemahaman tentang konsep hukum tertentu. Jika ingin memperjelas latar belakang suatu norma dalam proses pembahasan di parlemen dan pemerintah, atau bagaimana suatu putusan dikomentari, orang bisa mengandalkan anotasi.

(Baca juga: Anotasi Putusan Kasus Korupsi KTP Elektronik, Ini Hasilnya).

Selain anotasi, dalam literatur hukum dikenal suatu penyusunan dokumen penjelasan hukum, yang lazim disebut restatement. Dalam bahasa Inggris, restate mengandung arti menyatakan kembali. Istilah restatement merujuk pada suatu kegiatan riset hukum yang dimaksudkan untuk memberikan penjelasan atau penegasan kembali atas konsep atau topic hukum tertentu, pada umumnya yang menjadi perdebatan di lapangan. Jika suatu konsep hukum tidak jelas, dan menimbulkan perdebatan, maka restatement adalah jalan keluarnya. Restatement banyak dilakukan antara lain di Amerika Serikat, dan diluncurkan pertama pertama kali oleh American Law Institute (ALI) pada 1923.

Sejumlah putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat merujuk pada restatement. Sepanjang periode 2013-2014, ada 15 kasus yang diputus Mahkamah Agung Amerika Serikat merujuk pada restatement. Pada level pengadilan federal, penelitian restatement dikutip lebih dari 200 ribu kali sejak diluncurkan ALI. Yang terbaru adalah terbitan Restatement of the Law Fourth: the Foreign Relations Law of the United States.

Di Indonesia, pengenalan dan pengembangan restatement diinisiasi oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Direktur Eksekutif PSHK, M. Nur Sholikin, menjelaskan restatement bertujuan memperjelas kembali konsep hukum yang sering diperdebatkan baik dalam praktek penegakan hukum maupun dalam wacana di ruang publik. Restatement memperjelas konsep yang diperdebatkan tersebut dengan melakukan kajian yang mengacu pada tiga sumber otoritatif yaitu peraturan perundang-undangan, putusan hakim dan pendapat pakar/doktrin. “Proses mengembalikan perdebatan konsep hukum dengan mengacu pada sumber-sumber otoritatif sangat diperlukan di tengah derasnya informasi dan opini yang berkembang di masyarakat melalui media massa atau media sosial,” jelasnya kepada hukumonline.

Sholikin menjelaskan seringkali pendapat yang beredar tidak mempunyai landasan hukum yang kuat, atau kerangka pikir yang dikembangkan kurang tepat atau menyesatkan. Terlebih lagi kalau perdebatannya terjadi di dalam penegakan hukum maka akan berdampak pada tidak adanya kepastian hukum. Sekadar contoh, sebutlah perdebatan tentang pasal-pasal makar dalam KUH Pidana terhadap sejumlah aktivis yang menyampaikan pendapat, kritik, atau kabar bohong.

(Baca juga: Bahasa Hukum: ‘Makar’ atau Aanslag dalam Pasal 104 KUHP).

Apa manfaat restatement bagi komunitas hukum? Sholikin menjelaskan publikasi restatement sangat berguna bagi komunitas hukum terutama penegak hukum, praktisi, pembentuk kebijakan dan akademisi bidang hukum. “Dengan mengacu pada sumber yang otoritatif maka argumentasi hukum atau kebijakan hukum yang dibuat mempunyai legitimasi yang kuat,” tegasnya.

PSHK telah memulai publikasi restatement tentang ‘bukti permulaan yang cukup’, dan restatement tentang ‘klausula baku’. Untuk membuat penjelasan hukum itu, PSHK menggandeng praktisi hukum. Menurut Sholikin, restatement dapat dikembangkan bukan hanya peneliti hukum, tetapi juga akademisi, pakar, dan praktisi hukum lainnya. Apalagi, saat ini akses terhadap informasi hukum sudah lebih terbuka, dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk melakukan kajian lebih mudah diperoleh.

Panduan

Di Amerika Serikat, restatement digunakan pada putusan karena sistem hukumnya berbasis pada judge-made law. Hakim banyak merujuk pada restatement ketika memutuskan suatu perkara. Model semacam ini belum tentu cocok diterapkan di Indonesia.

Itu sebabnya, PSHK menyusun dan menerbitkan modul restatement yang disesuaikan dengan kondisi hukum di Indonesia. Modul ini dapat disebut sebagai panduan pertama penulisan restatement di Indonesia.

Seperti halnya penelitian, langkah pertama yang perlu dilakukan pada penyusunan restatement adalah menentukan tema. Di sini, perlu dipertimbangkan kemanfaatan tema yang akan diangkat pada komunitas hukum atau kebutuhan masyarakat luas. Tentu saja, perlu diingat bahwa konsep hukum yang mau diperjelas itu belum dipahami secara konseptual.

Langkah kedua adalah mengumpulkan sumber atau bahan. Sumber informasinya dapat diperoleh melalui doktrin, peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan. Perdebatan para ahli atau sarjana mengenai konsep hukum tertentu akan sangat membantu, dan menjadi landasan utama penjelasan kembali konsep itu. Lalu, dilihat bagaimana peraturan perundang-undangan mengaturnya, dan bagaimana hakim menerapkan konsep itu dalam kasus.

Langkah ketiga adalah menganalisis data, yakni tahapan melakukan analisis atas sumber-sumber informasi yang telah tersedia. Setelah itu barulah menuliskan laporan, menyusun dokumen penjelas, memeriksa laporan, dan menulis rancangan akhir restatement.

Tags:

Berita Terkait