Pentingnya Dekriminalisasi terhadap Pengguna Narkotika
Berita

Pentingnya Dekriminalisasi terhadap Pengguna Narkotika

Kebijakan narkotika harus konsisten diarahkan pada rehabilitasi secara medis dan sosial terhadap penyalahgunaan atau pengguna/pemakai narkoba dan fokus pemidanaan terhadap pengedar atau bandar narkotika dalam RUU Narkotika.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS

Pasca tertangkapnya politisi Partai Demokrat Andi Arief, Minggu (3/3/2019) malam, lantaran diduga mengkomsumsi narkotika jenis sabu-sabu, kebijakan pemberantasan narkotika kembali menjadi sorotan publik. Terutama menyangkut kebijakan penghukuman terhadap pengguna narkotika yang masih berorientasi pada pidana penjara. Meski, UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membuka peluang terhadap pengguna narkotika wajib direhabilitasi.      

 

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof Denny Indrayana mengatakan kebijakan politik hukum negara ke depan harus mempertegas bahwa para pengguna/pemakai narkoba dilakukan rehabilitasi, bukan hukuman penjara. Sementara sanksi pemidanaan hanya bisa diterapkan terhadap gembong, bandar, pengedar narkoba. Konsistensi negara melalui aparat penegak hukum amat penting dalam menerapkan perlakuan berbeda antara pengguna dan pengedar narkoba.

 

“Sebaiknya politik hukum kita, pemberantasan narkoba konsisten merehabilitasi baik medis maupun sosial bagi penyalahguna atau pemakai narkoba. Negara, fokus saja mempidanakan pengedar atau bandar narkoba, ini lebih tepat sasaran.” ujar Prof Denny Indrayana saat dihubungi Hukumonline di Jakarta, Rabu (6/3/2019). Baca Juga: Pentingnya Pendekatan Rehabilitasi dalam UU Narkotika

 

Dia menilai perlu upaya dekriminalisasi atau depenalisasi (pergeseran perbuatan pidana menjadi bukan pidana) terhadap aturan penyalahgunaan narkoba dalam Revisi UU Narkotika. Sebab, para pengguna atau pemakai narkoba sejatinya adalah korban yang melakukan kesalahan, bukan pelaku kejahatan.

 

Menurutnya, meskipun Pasal 127 UU 35/2009 sudah mengarah pada penerapan rehabilitasi terhadap pengguna, namun praktiknya masih pemidanaan terhadap pengguna narkotika. Jadi, sanksi yang tepat bagi pengguna bukan pemidanaan, tetapi rehabilitasi. “Kalau orang yang salah mengakibatkan dia sakit, maka dia harus disehatkan (melalui proses rehabilitasi, red),” ujarnya.

 

Denny meminta proses pengobatan terhadap pengguna narkoba tidak dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas), tetapi di panti rehabilitasi. Belum lagi, faktanya pengguna/pemakai narkoba yang divonis penjara, tidak menimbulkan efek jera dan menyehatkan. Bahkan, pengguna narkoba berpotensi menjadi pengedar narkoba yang bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas.

 

“Para pengguna narkoba dalam lapas justru semakin parah dan kondisinya jauh lebih sakit. Ironi memang melihat kondisi peredaran narkoba saat ini.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait