Penunjukan Pj. Bupati Seram dari TNI Aktif Dinilai Langgar Hukum, HAM, dan Demokrasi
Terbaru

Penunjukan Pj. Bupati Seram dari TNI Aktif Dinilai Langgar Hukum, HAM, dan Demokrasi

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, untuk membatalkan dan mencabut penunjukan anggota TNI Aktif sebagai Pj. Bupati.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi kepala daerah
Ilustrasi kepala daerah

Rabu 25 Mei 2022 kemarin, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak agar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Penjabat (Pj) Bupati Seram Bagian Barat. Seperti diketahui, Mendagri Tito Karnavian melalui Gubernur Maluku Murad Ismail melantik 4 penjabat kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 22 Mei 2022. Salah satu penjabat kepala daerah yang dilantik berdasarkan Kepmendagri Nomor:113.81-1164 Tahun 2022 ini adalah Brigjen TNI Andi Chandra yang ditunjuk sebagai Pj. Bupati Seram Barat yang masih menjabat sebagai Perwira TNI Aktif.

“Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menilai penunjukan prajurit TNI aktif menjadi Pj. Kepala Daerah Seram Barat bentuk dari ‘Dwifungsi TNI’ dan penghianatan profesionalisme TNI yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip demokrasi,” ujar salah satu Anggota Koalisi, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI) Julius Ibrani saat dikonfirmasi, Kamis (26/5/2022).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, LBH Pos Malang, Imparsial, KontraS, SETARA Institute, ELSAM, PBHI Nasional, Public Virtue, Amnesty International, Centra Initiative.

Ia memaparkan beberapa dasar hukum penunjukan Pj. Kepala Daerah Seram Barat melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, diantaranya. Pertama, Pasal 30 ayat (3) UUD NRI 1945 yang mengatur secara tegas tugas pokok TNI menegakkan Kedaulatan Negara, Mempertahankan Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945.

Baca Juga:

Kedua, TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000 menyebutkan pada pasal 1 Bahwa TNI dan POLRI secara Kelembagaan terpisah sesuai dengan Peran dan fungsi masing-masing. Kemudian pada Pasal 1 ayat (2) memperjelas bahwa TNI adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara. Ketiga, Pasal 10 ayat (1) UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebutkan bahwa TNI berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keempat, Pasal 5 UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menegaskan peran TNI adalah sebagai alat pertahanan negara yang pada implikasinya anggota TNI aktif terpisah dari institusi sipil negara.

Koalisi juga menilai sekalipun orang yang akan ditunjuk telah mengundurkan diri dan/atau Pensiun, Penunjukan Kepala Daerah untuk mengisi Kekosongan Jabatan tetap harus dilakukan secara demokratis sebagaimana pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XIX/2021:

“Mahkamah untuk menegaskan bahwa proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah juga masih dalam ruang lingkup pemaknaan ‘secara demokratis’ sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Oleh karenanya, perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian pejabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah,” demikian bunyi pertimbangan MK dalam putusan tersebut.

Koalisi juga menilai penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Anggota TNI Aktif merupakan pelanggaran terhadap Tugas Pokok dan Fungsi TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI bahwa Prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sedangkan Kepala Daerah merupakan jabatan sipil yang pada dasarnya hanya dapat ditempati oleh sipil.

Selain itu, UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang belum direvisi sesuai mandat TAP MPR No.VII tahun 2000 akan menjadi konflik hukum dan sarana impunitas bagi prajurit TNI aktif yang menempati jabatan kepala daerah ketika terjadi pelanggaran pidana. Penjabat kepala daerah yang merupakan prajurit TNI aktif hanya akan dapat diproses melalui sistem peradilan militer yang memiliki catatan akuntabilitas dan transparansi ketika terlibat dengan persoalan hukum pidana. 

Tak kalah penting, penunjukan langsung PJ. Bupati Seram Barat ini telah melanggar hak asasi manusia (HAM) karena tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel karena tidak ada forum terbuka yang dapat diakses publik yang berkepentingan, khususnya masyarakat Seram Barat untuk dapat terlibat dalam prosesnya. Padahal, hak atas partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak konstitusional dalam konstitusi berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD Tahun 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara.

Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, untuk membatalkan dan mencabut penunjukan anggota TNI Aktif sebagai Pj. Bupati. Sebab, hal tersebut pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, pelanggaran hak asasi manusia, dan demokrasi.

“Mendesak negara untuk menegakkan dan menjunjung profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai peraturan perundang-undangan serta amanat reformasi demi keberlangsungan demokrasi.”

Tags:

Berita Terkait