Penuntutan KPK di Ujung Tanduk
Kolom

Penuntutan KPK di Ujung Tanduk

Pemerintah semestinya bergegas cepat dalam mengurai dan menyelesaikan beragam permasalahan akibat pemberlakukan UU 19/2019.

Bacaan 2 Menit
Reda Manthovani. Foto: Istimewa
Reda Manthovani. Foto: Istimewa

Bagi Anda yang bersentuhan dengan sandi morse,  tentu tak asing dengan SOS. Ya, SOS merupakan penanda bahaya dalam kode morse Internasional. Kali pertama kode itu digunakan pemerintah Jerman, 1 April 1905 silam. Dalam perjalanannya, SOS menjadi standar di banyak negara, bahkan dunia sejak 3 November 1906.

 

Dalam penggunaannya, SOS acapkali dikaitkan dengan akronim kata Save Our Ship’, ‘Save Our Souls’, ‘Survivors OShip’, Save Our Sailors’, ‘Stop Other Signals’, dan Send Out Sailors’. Namun intinya, menandakan adanya suatu bahaya. Dalam penegakan hukum, SOS pun dapat menjadi penanda. Fungsi penuntutan di lembaga antirasuah misalnya.

 

Dalam perjalanannya, penuntutan kasus korupsi yang dilakukan jaksa di KPK berada di ujung tanduk. Tanda ‘lonceng kegelapan’ berkaitan dengan kewenangan jaksa KPK. Lantas, apakah Jaksa KPK tak dapat melakukan tugas penuntutan? Penugasan jaksa di KPK sepanjang satu periode tertentu dalam melakukan tugas penyidikan dan penuntutan.

 

Dua fungsi penegakan hukum itu merupakan penugasan khusus yang diatur dalam Pasal 178 PP No.11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 202 PP No.11/2017. Pendek kata, kedua aturan tersebut menegaskan bahwa penugasan khusus yang diamanatkan dalam Pasal 178 merupakan penugasan PNS untuk melaksanakan tugas jabatan secara khusus diluar instansi pemerintah dalam jangka waktu tertentu.

 

Bahkan dalam Penjelasan Pasal 202 PP No.11/2017 ditegaskan contohnya antara lain: “Jaksa yang mendapat penugasan khusus pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK); dan PNS Kementerian Keuangan yang mendapat penugasan khusus pada Intemational Monetary Filnd (IMF).”

 

Dengan kata lain, KPK sepanjang belasan tahun berdiri dinilai sebagai lembaga negara di luar instansi pemerintah. Selain itu, boleh jadi upaya  menyesuaikan dengan Penjelasan Umum UU No.30/2002 tentang KPK. Yakni, “KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun”.

 

Namun, pasca diberlakukannya UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30/2002 tentang  Komisi Pemberantasan Komisi,  mengubah paradigma terhadap lembaga antirasuah itu. Khususnya dalam Pasal 3 yang menyebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun”.

Tags:

Berita Terkait