Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu Efektif Sepanjang MK Netral
Terbaru

Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu Efektif Sepanjang MK Netral

Komposisi hakim konstitusi yang ada saat ini tidak menjamin MK bisa netral dalam menangani perkara PHPU. Hak angket penting untuk mengevaluasi penyelenggaraan pemilu.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Sementara, Deputi Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi menilai penggunaan hak angket DPR tergolong terlambat, karena dugaan kecurangan pemilu sudah terjadi sejak awal. Kendati demikian, hak angket sebagai bentuk pengawasan DPR kepada pemerintah terutama Presiden.

“Kita perlu melihat hak angket ini sebagai niat baik DPR untuk mengungkap kecurangan pemilu,” urainya.

Hak angket sempat digunakan DPR pada Pemilu 2009. Kala itu, DPR mempersoalkan tentang daftar pemilih tetap (DPT). Fajri berpendapat hak angket menjadi forum pembelajaran tak hanya soal pemilu. Forum itu mencari apa solusinya dan bagaimana pembenahan yang perlu lakukan untuk ke depan. Misalnya dugaan kuat kecurangan pemilu terkait dengan bantuan sosial (Bansos), aparat tidak netral dan lainnya.

Sejumlah ketentuan dalam UU 7/2017 menurut Fajri, layak untuk dievaluasi. Misalnya, tentang praktik Pemilu 2024, di mana soal kampanye yang dilakukan Presiden yang harusnya dimaknai ketika Presiden menjadi pasangan Capres-Cawapres atau terdaftar dalam tim kampanye yang disusun partai politiknya sendiri. Sementara praktiknya dalam pemilu 2024 Presiden Jokowi sarat konflik kepentingan sebagai pimpinan, di mana ada beberapa menterinya yang mencalonkan diri sebagai Capres-Cawapres.

Anak sulung Presiden Jokowi juga maju menjadi Cawapres yakni Gibran Rakabuming Raka. Presiden Jokowi juga mendukung pasangan Capres-Cawapres yang tidak di dukung oleh partai politik yang sebelumnya mencalonkan Presiden Jokowi sebagai Capres-Cawapres pada Pemilu 2014 dan 2019.

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap MK menurut Fajri, juga masih tinggi setelah terbit putusan MK No.90/PUU-XXI/2023. Sekalipun Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah menjatuhkan sanksi berat antara lain mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK dan melarang untuk menangani perkara perselisihan hasil pemilu, tapi dinilai tak cukup mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang disebut sebagai penjaga konstitusi. Terlebih, sampai saat ini belum ada perkara perselisihan hasil pemilu yang dikabulkan MK.

Tags:

Berita Terkait