Perbaiki Tata Kelola Migas Nasional
Berita

Perbaiki Tata Kelola Migas Nasional

Seharusnya berorientasi pada pertumbuhan industri migas.

FNH
Bacaan 2 Menit
Perbaiki Tata Kelola Migas Nasional
Hukumonline

Lima belas tahun berlalu setelah reformasi, industri pertambangan, khususnya minyak dan gas bumi, tak mengalami kemajuan pesat. Malah dalam hal tertentu turun, semisal lifting minyak tak berada di kisaran 900 ribu barel per hari. Persoalan BBM bersubsidi juga tak kunjung selesai, bahkan semakin lama semakin membebani APBN.

Pengamat energi dan lingkungan, Darmawan Prasodjo, menilai tata kelola migas yang dikembangkan pemerintah saat ini salah. Dan harus segera diubah. Pemerintah harus berani keluar dari tata kelola yang tak mendukung pertumbuhan industri itu sendiri. Tidak berkembangnya Pertamina, BUMN yang mengurusi minyak, salah satunya karena tata kelola industri migas yang salah.

Kritik senada datang dari praktisi hukum, M. Hakim Nasution, yang mengkhawatirkan ketidakpastian sektor migas. Bahkan ada yang menilai pengelolaan migas sudah sampai pada tahap darurat konstitusi.

Menurut Darmawan, strategi pengelolaan kapital industri migas yang dipakai oleh pemerintah adalah sistem yang berorientasi pada profit. Investasi yang dikembalikan ke Pertamina dari profit yang diperoleh hanya diberikan 10 persen dan sisanya masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ditambah belanja modal (capital expenditure) hanya senilai 10 miliar dolar AS, kekurangan kapital yang kronis, dan dengan manajemen Pertamina yang tidak memiliki ruang untuk merespon dinamika dan peluang pasar.

“Industri migas Indonesia sudah sampai pada titik nadir dan harus segera diperbaiki tata kelola migasnya,” kata Darmawan dalam sebuah talkshow di Jakarta, Kamis (23/5).

Untuk itu, sudah selayaknya pemerintah mencoba segera mencari mekanisme pengelolaan migas yang baik. Salah satu metode pengelolaan industri migas yang baik adalah growth oriented strategy. Dalam strategi ini, pengelolaan industri migas berorientasi pada pertumbuhan industri migas.

Darmawan yakin, perbedaan dua sistem ini jelas memberikan hasil akhir yang berbeda. Dalam growth oriented strategy, 70 persen profit dikembalikan ke perusahaan pengelola migas. Artinya, 70 persen tersebut digunakan untuk mengembangkan perusahaan migas milik negara. Hasilnya, kapital yang diperoleh cukup untuk mendorong pertumbuhan perusahaan migas dan belanja modal akan menyentuh angka 91 miliar dolar AS. Tak hanya itu. sistem ini diyakini memberikan keleluasaan kepada perusahaan migas untuk dinamika pasar dan peluang pasar.

Tags:

Berita Terkait