Peringati Hari Tani Nasional, Koalisi Beberkan Beragam Persoalan Agraria
Terbaru

Peringati Hari Tani Nasional, Koalisi Beberkan Beragam Persoalan Agraria

Mulai dari penyelesaian konflik agrarian, korupsi, perampasan lahan dengan dalih PSN, dan kerusakan lingkungan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Persoalan itu menyebabkan konflik agraria semakin meluas di seluruh wilayah. Melansir catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wahyu mengatakan 17 tahun terakhir konflik agraria struktural mencapai 4.009 konflik seluas 11,4 juta hektar, dan berdampak pada 2,4 juta orang. Data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menunjukan wilayah adat seluas 3,1 juta hektar dirampas pemerintah dan perusahaan melalui bermacam perizinan seperti HTI, HA, Tambang dan Perkebunan.

Wahyu mengingatkan penyelesaian konflik agrarian merupakan salah satu tahap penting reforma agraria. Tapi praktiknya penyelesaian konflik itu kerap dilakukan secara represif dengan melibatkan aparat. Sedikitnya 2.964 petani, masyarakat, dan aktivis agraria dikriminalisasi karena mempertahankan tanahnya.

Koalisi juga menyoroti praktik korupsi di sektor agraria. Wahyu menyebut pemerintah membiarkan tumpang tindih perkebunan, klaim kawasan hutan, dan bisnis tambang dalam satu lokasi. Termasuk indikasi kuat terjadinya korupsi agraria di bisnis perkebunan dan tukar-guling kawasan hutan.

Mengutip data Kementerian Pertanian tahun 2022 tercatat luas perkebunan sawit mencapai 16,38 jita hektar. Tapi mengacu data ATR/BPN tahun 2021, jumlah HGU perkebunan yang diakui pemerintah hanya 10,1 juta hektar. “Berarti ada 6,28 juta hektar sawit terindikasi kuat beroperasi secara ilegal (tanpa HGU). Padahal sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Perkebunan yang mewajibkan perusahaan perkebunan sawit harus mengantongi HGU,” imbuh Wahyu.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022 menurut Wahyu menunjukan ada 3,37 juta hektar perkebunan sawit ilegal dalam kawasan hutan. Sawit Watch mencatat luas perkebunan sawit sebenarnya mencapai 22,3 juta hektar. KPA mencatat 2015-2016 ada 924 konflik agraria akibat bisnis perkebunan.

Koalisi tak luput menyoroti UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai memberi ruang besar terhadap eksploitasi dan monopoli tanah oleh elit bisnis dan politik. Dibentuknya Bank Tanah dan Lembaga Pengelola Investasi menurut Wahyu telah mengklaim secara sepihak ratusan ribu hektar tanah masyarakat untuk diberikan kepada investasi dan proyek strategis nasional (PSN).

Koalisi menghitung perampasan tanah akibat PSN tahun 2021 mencapai 40 konflik seluas 11.466,923 hektar atau 49,8 persen dari total luasan kebutuhan tanah untuk PSN. Perampasan tanah atas nama PSN menurut Wahyu tidak memiliki filosofi kepentingan umum yang seharusnya yakni memenuhi kebutuhan rakyat; meningkatkan kesejahteraan masyarakat; bersifat pelayanan publik; dan tidak bertujuan mencari laba.

Tags:

Berita Terkait