Perjanjian FIR dengan Singapura Dinilai Langgar UU Penerbangan
Utama

Perjanjian FIR dengan Singapura Dinilai Langgar UU Penerbangan

Isi Perjanjian FIR dinilai merampas kedaulatan NKRI dan tidak mendapat keuntungan ekonomi yang sepadan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Indonesia-Singapura menandatangani sejumlah perjanjian, salah satunya perjanjian ekstradisi disaksikan Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Singapura, Selasa (25/1/2022). Foto: Setpres
Indonesia-Singapura menandatangani sejumlah perjanjian, salah satunya perjanjian ekstradisi disaksikan Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Singapura, Selasa (25/1/2022). Foto: Setpres

Perjanjian Penyesuaian ruang kendali atau Flight Information Region (FIR) antara pemerintah Singapura dan Indonesia yang belum lama ini diteken semestinya ditelisik mendalam sebelum dilakukan penandatanganan. Sebab, perjanjian tersebut disinyalir malah merugikan pemerintah Indonesia dengan merampas kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemampuan diplomasi pemerintah Indonesia pun dianggap tidak kuat di meja perundingan.

“Perjanjian FIR justru menunjukkan titik lemah diplomasi Indonesia,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Syarif Hasan dalam keterangannya yang diterima Hukumonline, Senin (31/1/2022).

Syarif menerangkan melalui perjanjian FIR itu, Singapura punya kendali atas ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau pada ketinggian 0–37 ribu kaki. Artinya, Indonesia tidak berdaulat atas wilayahnya sendiri pada ketinggian 0–37 ribu kaki. Bila Indonesia hanya mendapatkan hak kendali udara pada ketinggian di atas 37 ribu kaki, sama saja menunjukkan kedaulatan udara Indonesia dimiliki oleh negara lain.

Alhasil, Indonesia dianggap malah tidak mendapat keuntungan ekonomi yang sepadan dengan perjanjian yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa, (25/1/2021) pekan lalu. Bahkan, isunya tak sekedar soal kemanfaatan ekonomi, tapi menyangkut kedaulatan wilayah NKRI.

(Baca Juga: Indonesia-Singapura Teken Perjanjian Ekstradisi Cegah Kejahatan Lintas Batas)

Mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menegaskan kedaulatan negara menjadi hal yang strategis, sensitif, dan tidak dapat dipertukarkan dengan kepentingan keamanan operasional dan teknis, keduanya berbeda. Terlebih, Indonesia telah memiliki kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), serta pendanaan dalam mengelola ruang udaranya.

Dia mengingatkan kendali penuh Indonesia atas ruang udaranya amanat UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang semestinya dijalankan secara konsekuen. Dalam Pasal 458 UU Penerbangan menyebutkan, “Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku”.

Dia menilai Pasal 458 UU 1/2009 telah mengatur kendali udara sepenuhnya di tangan Indonesia paling lambat 15 tahun sejak pengesahan UU pada 2009. Artinya, pada 2024 kendali wilayah udara di atas Kepulauan Riau sudah sepenuhnya milik Indonesia. “Dengan perjanjian FIR ini Singapura masih pegang kendali atas wilayah udara yang strategis, maka tidak ada kedaulatan di situ,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait