Perlindungan Nasabah Jiwasraya yang Masih Terabaikan
Berita

Perlindungan Nasabah Jiwasraya yang Masih Terabaikan

Tidak adil bila negara happy karena kerugiannya kembali di saat rakyat “buntung”. Tidak mudah memang, tapi bisa dilakukan kalau seandainya ada kerja sama antara pemerintah dan para penegak hukum.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Perlindungan Nasabah Jiwasraya yang Masih Terabaikan
Hukumonline

Perkara dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) masih bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Proses sidang perkara ini bakal memasuki pembacaan putusan sela atas eksepsi (nota keberatan) yang diajukan 6 terdakwa.  

Enam terdakwa yang dimaksud yakni Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim; Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo; Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014; Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro; Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto.         

Perbuatan keenam terdakwa itu didakwa korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp16,807 triliun. Khusus untuk Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro juga didakwakan pasal pencucian uang. (Baca Juga: Poin-Poin Bantahan Benny Tjokro atas Dakwaan TPPU Jiwasraya)

"Terdakwa Benny Tjokrosaputro selaku pihak yang mengatur dan mengendalikan instrumen pengelolaan investasi saham dan reksa dana melakukan pembelian tanah, bangunan dan penempatan uang yang mengatasnamakan pihak lain dari hasil tindak pidana korupsi dalam pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung KMS Roni sebagaimana termuat dalam surat dakwaan.

Di tengah proses hukum ini, PT Asuransi Jiwasraya masih dilanda persoalan pelik. Sebab, puluhan ribu nasabah yang tercatat sebagai pemegang polis di asuransi pelat merah ini sebagian tak bisa klaim produk asuransi yang mereka bayar. Diduga kinerja perusahaan yang buruk bukan sekadar kesalahan tata kelola, melainkan ada dugaan fraud yang dilakukan para direksi yang perkaranya tengah disidangkan.

Sejak awal desakan sejumlah pihak agar regulator seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan segera menuntaskan masalah kerugian nasabah Jiwasraya baik pemegang polis saving plan maupun tradisional sebagai bagian tanggung jawab pemerintah.

Memang sejak Maret 2020, pemerintah mulai membayar kewajiban kepada lebih dari 15.000 nasabah pemegang polis tradisional senilai Rp470 miliar. Namun, hingga Juni, pemerintah belum menyelesaikan semua nasabah Jiwasraya pemegang saving plan. Hal ini sempat diingatkan Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Vera Febyanthy yang meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan tunggakan nasabah pemegang polis saving plan PT Jiwasraya secara tuntas.

Dia menyampaikan pemerintah diminta jangan membiarkan nasib nasabah di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, pandemi ini seharusnya bukan menjadi alasan pemerintah mengesampingkan nasabah dan masalah yang ada di Jiwasraya. Pasalnya masalah ini sudah ada sebelum masalah Corona ada di Indonesia. "Harus diselesaikan secara menyeluruh, sampai selesai. Ini bisa jadi preseden buruk buat pemerintah. Jika nasib nasabah diabaikan," kata Vera, Selasa (2/6/2020) lalu.

Minim perlindungan

Persoalan minimnya perlindungan konsumen/nasabah ini pun menjadi perhatian Praktisi Hukum Indra Safitri. Dia menilai kasus Jiwasraya tersebut yang paling rumit adalah soal perlindungan konsumen. Sebab, setiap kelalaian akan merugikan konsumen sebagai nasabah yang berharap industri sektor ini dipimpin orang yang berintegritas (dapat dipercaya).   

Dia mempertanyakan letak untuk membuktikan apakah sistem jasa keuangan sudah melindungi nasabah asuransi tersebut? “Pasti yang punya tanggung jawab akan bilang bahwa perlindungan ada dan kami sudah melakukannya, tapi apa yang kurang, sehingga akumulasi sistemik atas hilangnya investasi korban kasus itu terasa bergelombang datangnya,” ujar kata Indra Safitri saat dikonfiirmasi, Sabtu (20/6/2020). (Baca Juga: Kasus Jiwasraya Tak Lepas dari Lemahnya Pengawasan Regulator)

“Semua kita hanya bisa bergumam setiap Kejaksaan Agung mengumumkan tersangka baru atau saksi-saksi penting. Sudahkah kita berikan informasi progress kasus ini agar publik tahu perkembangan nasib mereka?”

Ketua Dewan Kehormatan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) ini melihat air mata konsumen yang terdampak kasus ini sebagian sudah kering dan ada yang belum. Bagi nasabah yang sudah menerima sebagian haknya dapat berlapang dada berharap yang tersisa dapat juga dikembalikan. Namun, bagaimana dengan mereka yang belum atau yang investasinya terganggu karena adanya proses hukum kasus ini? Karena itu, perlu upaya memberi solusi sekurang-kurangnya sisa aset-aset yang masih bisa di-recovery.

“Tidak adil bila negara happy karena kerugiannya kembali di saat rakyat ‘buntung’. Tidak mudah memang, tapi bisa dilakukan kalau seandainya ada kerja sama antara pemerintah dan para penegak hukum,” usulnya.

Advokat yang pernah menjadi Ketua HKHPM ini menambahkan belajar dari mega skandal keuangan seperti di Wall Street atau belahan dunia lain sangat mudah diidentifikasi kalau faktor kejahatan keuangan adalah kombinasi antara money game dan radar pengawasan kalah cepat dengan modus pelaku. Tinggal membedakan kasus teri atau paus. Kebetulan kasus yang menimpa Jiwasraya kelas paus, sehingga cakupan sistemiknya saling berkaitan, sekurang-kurangnya ada 3 sektor yang saling berkaitan yaitu asuransi, pasar modal, perbankan.

“Sudahkah kita mengidentifikasikan kelemahan ini? Artinya saat ini aturan di setiap sektor itu masih belum terintegrasi, ada ‘bolong’ yang dapat dimanfaat untuk menciptakan berbagai kegiatan investasi yang terlihat legal, tapi mudah lari dari tanggung jawab.”

Sebelumnya, President Direktur Center for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri, mengatakan seluruh lembaga negara yang berkomitmen menyelesaikan sengkarut keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) perlu mengutamakan kepentingan nasabah. "Artinya, dana mereka harus segera dikembalikan," kata Daruri beberapa waktu lalu.

Daruri berharap semua pihak pemerintah, DPR, BPK, Kejaksaan Agung, dan Ombudsman menggunakan kewenangannya untuk perlindungan nasabah dengan pendekatan bisnis yaitu mengembalikan uang nasabah secara terukur, obyektif, kredibel, dan akurat dengan pendekatan bisnis. "Nasabahlah yang dirugikan, bukan negara dalam kasus Jiwasraya," kata dia.

Ia mengaku miris lantaran ada ada pihak yang mempunyai kewenangan, namun berakrobat politik atau hukum hanya untuk menunjukan superioritas lembaga tanpa mempedulikan pemegang polis yang menunggu kepastian pembayaran ganti rugi. Menurutnya, sistem keuangan nonbank saat ini masih jauh dari kokoh.

Tags:

Berita Terkait