PKPU Kresna Life Dikabulkan, Nasabah Meradang
Berita

PKPU Kresna Life Dikabulkan, Nasabah Meradang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta mengambil tindakan tegas.

M. Agus Yozami
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pada 10 Desember 2020 lalu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan putusan sela atas perkara No. 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst mengenai permohonan PKPU dari nasabah Lukman Wibowo terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna. Putusan tersebut memantik reaksi dari nasabah Asuransi Jiwa Krisna lainnya.

Salah seorang nasabah Kresna Life, Nurlaila, menilai hal tersebut janggal dan sangat meresahkan nasabah. Soalnya, Pasal 50 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyatakan, Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

UU Perasuransian

Pasal 50:

  1. Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
  2. Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan dalam rangka mengeksekusi putusan pengadilan.

Nurlaila meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil tindakan terkait masalah PKPU perusahaan asuransi jiwa tersebut yang dinilai merugikan nasabah. “Nasabah meminta OJK agar segera mengambil tindakan yang diperlukan karena PKPU tersebut dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku dan akan sangat merugikan nasabah," ujar Nurlaila dalam keterangannya seperti dilansir Antara, Kamis (17/12). (Baca: OJK Jatuhkan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha Asuransi Jiwa Kresna)

Nurlaila menuturkan dalam pertemuan dengan manajemen Kresna pada 15 Desember 2020, perwakilan nasabah dikabarkan bahwa karena adanya PKPU tersebut maka Kresna tidak dapat melakukan pembayaran walaupun terhadap nasabah-nasabah yang sudah menandatangani Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB).

Menurut dia, para nasabah benar-benar merasa sangat dirugikan dan mendesak OJK agar segera mengambil tindakan sesuai tupoksi OJK dalam perlindungan konsumen. "Nasabah juga berpendapat bahwa upaya PKPU tersebut sangatlah aneh dan sepertinya ada rekayasa dari pihak tertentu agar Kresna dapat menunda kewajiban pembayaran kepada nasabah. Karena logikanya adalah nasabah 'tidak mau' ditunda pembayarannya dan sudah berjuang keras sejak Mei 2020 lalu untuk mendapatkan kembali hak nasabah. Jadi mengapa ada nasabah yang malah meminta pembayaran ditunda?" kata Nurlaila.

Sejak Februari 2020, lanjut dia, Kresna Life sudah tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran terhadap pemegang polis dan melakukan pembayaran secara bertahap. Sampai saat ini hanya polis yang berjumlah di bawah Rp50 juta yang baru bisa dibayar penuh oleh Kresna Life. Di samping itu, pembayaran manfaat polis pun sudah dihentikan sejak pertengahan Mei 2020.

Nurlaila menuturkan nasabah sudah menghadap OJK beberapa kali sebelumnya dan pada 3 Agustus 2020 OJK menjatuhkan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) No.S-342/NB.2/2020 karena menemukan pelanggaran-pelanggaran oleh Kresna Life di mana salah satu pelanggaran terberat adalah melewati batas investasi di grup afiliasi mereka sendiri yang mencapai sekitar 75 persen, sedangkan batasnya adalah 25 persen.

Dengan kondisi tersebut, ketika saham-saham grup afiliasinya jatuh, Kresna Life menjadi insolvent alias tidak sanggup membayar. PKU ini dicabut OJK pada 4 November 2020, tapi pada 9 Desember 2020, OJK kembali menjatuhkan sanksi PKU melalui pengumuman Nomor PENG-29/NB.2/2020.

"Pada tanggal 3 Agustus juga, Kresna Life mengeluarkan rencana pembayaran nasabah yang dicicil dari 8 bulan sampai 60 bulan berdasarkan besarnya nilai polis. Rencana ini ditolak keras oleh para nasabah. Kemudian masalah gagal bayar Kresna Life juga sudah dibawa ke rapat dengar pendapat tanggal 25 Agustus 2020 dengan Komisi XI DPR, di mana dihadirkan OJK dan perwakilan nasabah. Di situ nasabah meminta agar OJK benar-benar bertindak tegas kepada Kresna Life," ujar Nurlaila.

Pada 2 September 2020, lanjut dia, OJK mengadakan mediasi antara perwakilan nasabah dengan Kresna yang dihadiri oleh Michael Steven, pemegang saham Kresna Life. Kresna Life kemudian mengeluarkan revisi rencana pembayaran pada 7 September 2020 menjadi 54 bulan dari sebelumnya 60 bulan. Di samping itu, nasabah juga diminta menandatangani PKB yang melepas hak polis dan tidak dapat melakukan tuntutan apa-apa selanjutnya.

Nasabah meminta tanggapan OJK atas PKB tersebut dan menurut OJK, PKB tersebut merupakan perjanjian utang-piutang biasa dan bukan dalam ranah OJK lagi. "Sebagian nasabah karena bingung, perlu dana dan putus atas, sudah menanda-tangani PKB. Menurut manajemen Kresna sudah sekitar 7.500 nasabah. Jadi tinggal 2000 nasabah yang tidak setuju menandatangani PKB dan menuntut pembayaran polis penuh. Kresna tidak dapat memberikan alasan jelas mengapa polis harus digantikan dengan PKB dan tetap tidak melakukan pembayaran," kata Neneng.

Sebelumnya, kuasa hukum korban kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Kresna (AJK) Alvin Lim menilai ada upaya manajemen Kresna Life lari dari tanggung jawab dengan cara memailitkan perusahaan. Alvin Lim, dalam keterangan resmi kepada Antara, Rabu (16/12), melihat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan adanya sanksi baru pembatasan kegiatan usaha (PKU) adalah karena tidak adanya iktikad baik dari pihak Kresna Life.

"Terhadap PKPU, menurut hemat saya ini adalah upaya untuk menghindari pembayaran," kata Alvin Lim.

Menurut Alvin, status PKPU ini adalah taktik mengulur waktu pembayaran dan upaya untuk menghindari proses hukum pidana. Ia menilai PKPU yang disahkan oleh majelis hakim PN Niaga Jakarta Pusat itu cacat hukum lantaran pengaju gugatan Lukman Wibowo tidak memiliki legal standing yang sahih. "Seharusnya yang berhak mengajukan PKPU adalah OJK sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian," kata Alvin.

Menurut dia, langkah terbaik berikut yang tepat untuk dilakukan adalah dengan upaya laporan kepada pihak kepolisian dari para korban gagal bayar Kresna Life agar pelanggaran oknum pemilik serta direksi Kresna Life dapat diusut tuntas.

Dengan begitu, lanjut dia, aparat pun dapat melacak dan menyelidiki ke mana larinya dana Rp6,4 triliun milik para korban Kresna Life yang raib itu. Ditegaskan Alvin bahwa hanya dengan jalur pidana kasus ini dapat diselesaikan karena inti permasalahan adalah hilangnya dana masyarakat.

Sementara itu, upaya perdata, seperti PKPU dan gugatan perdata lainnya, menurut dia, tidak akan mencari tahu ke mana dana itu berada. "Namun, langkah pidana dengan melaporkan direksi dan pemilik Kresna Life ke kepolisian dengan pasal pencucian uang maka polisi akan melacak dari setoran masyarakat ke rekening bank Kresna, apakah digelapkan atau dialihkan ke perusahaan afiliasi, kemudian bisa disita aset tersebut untuk nantinya dikembalikan kepada para korban," paparnya.

Tags:

Berita Terkait