PN Jakarta Pusat Gandeng Mediator Non Hakim untuk Mediasi Pro Bono
Utama

PN Jakarta Pusat Gandeng Mediator Non Hakim untuk Mediasi Pro Bono

PN Jakarta Pusat berharap kerja sama ini dapat secepatnya direalisasikan dan pada bulan Agustus mendatang sudah dapat launching pelaksanaan mediasi oleh mediator non hakim yang dilaksanakan secara pro bono ini.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Hukumonline.com

Suasana Rapat Pembentukan Kerja Sama Mediator Pro Bono di PN Jakarta Pusat. 

Dalam rapat itu, PN Jakarta Pusat menjanjikan kepada para MNH yang nantinya tergabung dalam kerja sama mediasi pro bono untuk diberikan fasilitas yang layak di gedung pengadilan. Antara lain disediakannya ruang mediasi dan ruang transit mediator yang layak. Selain itu, diadakan satu Petugas Pengelola Mediator yang akan menghubungkan para pihak dengan mediator serta akan dibentuk group chat bagi para mediator.

Dalam pelaksanaannya nanti akan terdapat 2 mediator yang terdiri atas mediator hakim dan mediator non hakim dalam setiap perkara. Namun, mediator yang bertanggung jawab atas pelaksanaan mediasi nantinya adalah MNH. Selanjutnya, MNH akan melaporkan hasil mediasinya kepada mediator hakim, kemudian hasilnya dibawa kepada hakim yang memeriksa.

Liliek berharap kerja sama ini dapat secepatnya direalisasikan. Setidaknya pada bulan Agustus mendatang PN Jakarta Pusat sudah dapat launching pelaksanaan mediasi oleh mediator non hakim yang dilaksanakan secara pro bono ini. Besar harapannya terhadap para mediator non hakim yang merupakan advokat yang telah dilatih khusus, bersertifikat, sekaligus berafiliasi dengan MA untuk bisa bisa mempraktikkan ilmunya sebagai seorang mediator untuk mendamaikan para pihak yang berperkara.

“Ini sangat bagus sekali, karena memang di grand design-nya MA, bagaimana penyelesaian perkara perdata dengan menggunakan asas sederhana, cepat, dan berbiaya ringan selesai di Pengadilan Negeri dan ini bisa kita lakukan melalui proses mediasi. Melalui proses mediasi, kalau mediasi ini berhasil berarti tercapailah perdamaian dan tidak ada upaya hukum. Ini artinya bahwa perkara itu selesai.”

Ia menyadari ada kemungkinan kecilnya tingkat keberhasilan mediasi yang dilakukan oleh hakim disebabkan oleh 3 hal. Pertama, karena kesibukan hakim yang membuatnya tidak fokus karena juga disibukkan dengan sidang perkara yang ditanganinya. Kedua, terdapat hakim yang tidak dilatih secara khusus. Ketiga, hakim masih membawa karakternya sebagai seorang hakim yang jelas berbeda dengan karakter mediator.

“Harapan saya tentunya sebanyak mungkin sengketa perdata dapat diselesaikan dengan mengedepankan asas sederhana, cepat, dan berbiaya ringan melalui mediasi. Jadi pelaksanaan penyelesaian sengketa dilaksanakan dengan proses mediasi dan berhasil, itu harapan saya. Secara keseluruhan tentunya membantu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk meningkatkan kinerjanya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait