Polemik Klaim JHT, Apa Bedanya dengan Jaminan Pensiun?
Terbaru

Polemik Klaim JHT, Apa Bedanya dengan Jaminan Pensiun?

Ada sejumlah perbedaan antara klaim JHT dan Jaminan Pensiun diantaranya aturan, tujuan, sistem pembayaran tunai sekaligus dan setiap bulan, manfaat pensiun, JHT memiliki manfaat tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Dalam beberapa hari terakhir, pengaturan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) menuai penolakan kalangan serikat pekerja setelah terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. Manfaat JHT ini tak hanya dibayarkan saat peserta memasuki pensiun, cacat total, atau meninggal dunia, tetapi juga peserta yang mengundurkan diri, di-PHK, dan meninggalkan Indonesia untuk selamanya.          

Salah satu ketentuan yang diprotes kalangan buruh yakni manfaat JHT baru bisa dinikmati/dibayarkan pekerja/buruh yang mengundurkan diri atau di-PHK dengan syarat saat memasuki usia pensiun 56 tahun sebagaimana diatur Pasal 5 Permenaker itu. Pasal 5 Permenaker 2/2022 menyebutkan manfaat JHT bagi peserta mengundurkan diri dan peserta terkena PHK diberikan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun.

Secara umum, dalam PP No.46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT sebagaimana diubah melalui PP No.60 Tahun 2015, mewajibkan pemberi kerja mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam program JKN ini. Manfaat JHT berupa uang tunai yang dibayar apabila peserta (pekerja) berusia 56 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap yang dibayarkan sekaligus.

Hal ini dijelaskan pula dalam Pasal 1 angka 1 Permenaker 2/2022 yang ditetapkan Menaker Ida Fauziyah pada 2 Februari 2022. Dalam beleid itu disebutkan Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

(Baca Juga: Tanggapan Kemnaker Terkait Polemik Aturan Klaim JHT Saat Usia 56 Tahun)

Dalam aturan sebelumnya Permenaker No.19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, disebutkan dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila masa kepesertaan paling singkat sudah 10 tahun. Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu ini paling banyak 30 persen dari total jumlah JHT untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10 persen untuk keperluan lain dalam rangka persiapan memasuki masa pensiun.

Ketentuan itu mengadopsi Pasal 37 ayat (3) UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) jo Pasal 22 ayat (3-4) PP No.46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT sebagaimana diubah melalui PP No.60 Tahun 2015 yang memberi peluang bagi peserta untuk mengajukan klaim sebagian manfaat JHT sebesar 30 persen untuk pembiayaan kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lain apabila memenuhi syarat kepesertaan minimal 10 tahun.    

Masih menurut Permenaker No.19 Tahun 2015, manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri, manfaat akan dibayar tunai sekaligus (100 persen, red) setelah melewati masa tunggu selama 1 bulan sejak tanggal surat pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan. Persyaratan yang harus dipenuhi peserta yang mengundurkan diri yakni kartu asli peserta BPJS Ketenagakerjaan; surat keterangan pengunduran diri dari perusahaaan tempat bekerja; dan fotokopi KTP dan KK.

Untuk peserta yang mengalami PHK, manfaat JHT dapat dibayarkan secara tunai sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 bulan sejak tanggal PHK. Persyaratan pengajuan klaim JHT bagi peserta yang mengalami PHK yakni kartu asli peserta BPJS Ketenagakerjaan; bukti persetujuan bersama PHK yang telah didaftarkan di pengadilan hubungan industrial (PHI); dan fotokopi KTP dan KK.

Lalu, apa bedanya dengan program Jaminan Pensiun (JP)?

Keduanya merupakan program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dengan sistem iuran yang dibayar pemberi kerja dan peserta. Penyelenggaraan JHT dan JP memiliki tujuan masing-masing. Dalam Pasal 35 ayat (2) UU SJSN disebutkan JHT diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Sedangkan, Pasal 39 ayat (2) UU SJSN menyebutkan Jaminan Pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Derajat kehidupan yang layak adalah besaran pensiun mampu memenuhi kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya.

Mengutip artikel Klinik Hukumonline, disebutkan berdasarkan Pasal 4 PP No.46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, peserta program JHT terdiri atas peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, seperti pekerja swasta, pekerja pada orang-perorangan, orang singkat yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan. Sedangkan, peserta bukan penerima upah meliputi pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri.  

Besarnya manfaat JHT akan dibayarkan secara sekaligus sebesar nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangan yang tercatat dalam rekening perorangan peserta. Selain itu, peserta JHT dapat memperoleh manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain.

Sedangkan, Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberi penghasilan setelah peserta memasuki masa usia pensiun, mengalami cacat total, atau meninggal dunia (untuk ahli waris). Jenis manfaat pensiun berupa pensiun tua, pensiun cacat, dan pensiun janda atau duda, pensiun anak, pensiun orang tua.    

Merujuk PP No.45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, manfaat pensiun berupa sejumlah uang yang dibayarkan kepada peserta paling sedikit Rp300 ribu setiap bulannya dan paling banyak ditetapkan Rp3,6 juta per bulan. Besaran ini berlaku untuk pembayaran pertama kali. Nantinya, besaran tersebut setiap tahunnya disesuaikan dengan tingkat inflasi umum tahun sebelumnya.   

Tags:

Berita Terkait