Politisasi di Balik Penyelenggaraan VoIP Masih Terus Berlangsung
Fokus

Politisasi di Balik Penyelenggaraan VoIP Masih Terus Berlangsung

Akhir tahun lalu, bisa diibaratkan sebagai masa paceklik bagi pelaku usaha di sektor telekomunikasi. Pasalnya, di sana-sini hampir tidak ada lahan lagi bagi pelaku usaha baru selain perusahaan raksasa, seperti Telkom dan Indosat. Apalagi setelah pemerintah (Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi) menyadari begitu besar potensi VoIP untuk menambah devisa negara.

Ram/APr
Bacaan 2 Menit

Satu hal yang bisa dipastikan adalah jika satu kue dibagi oleh beberapa orang saja, maka hasilnya akan lebih sedikit jika hanya dinikmati sendiri oleh yang bersangkutan. Intinya adalah jika dulu keuntungan yang diperoleh mencapai seratus persen, dengan banyaknya pemain, pendapatan atau keuntungan yang diperoleh tidak lagi seratus persen. 

Tidak ada yang ilegal

Agak sulit memang membuat kebijakan seputar teknologi yang setiap harinya mengalami perkembangan. VoIP sebagai salah satu hasil rekayasa teknologi semakin memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dan berinformasi.

Namun, keadaan seperti saat ini tidak semestinya dipolitisasi, karena di negara lain pun persoalan VoIP juga menjadi bahasan yang menarik. Karena itu, sangat naif jika pemerintah, dalam hal ini Ditjen Postel, mengatakan bahwa penyelenggara VoIP di luar yang telah ditetapkan adalah ilegal.

Pemerintah perlu melakukan survei terlebih dahulu sebelum mengeluarkan kebijakan. Pasalnya, dimungkinkan mengembangkan VoIP dengan melakukan monopoli. Hal itu tidak dilarang sepanjang cara yang dilakukan sesuai dengan kaidah persaingan yang berlaku.

Ambil contoh, Thailand yang mengembangkan VoIP dengan sistem monopoli. Penyelenggaraan VoIP tersebut dibagi menjadi dua segmen. Telephone Organization of Thailand (TOT) menyelenggarakan layanan domestik. Kemudian, Communication Authority of Thailand memberikan layanan internasional.

Contoh lainnya adalah Korea Selatan yang mengembangkan VoIP dengan sistem yang lebih terbuka. Strategi pengembangan dan penyelenggaraan VoIP dibuat demikian terbuka. Paling tidak, ada 10 perusahaan yang menyelenggarakan VoIP di Negeri Ginseng ini.

Merujuk pada UU No 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, penyelenggaran Telekomunikasi di Indonesia jo PP 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo Kepmen No 21 Tahun 2001 Penyelenggaraan Jasa telekomunikasi dimungkinkan bagi operator untuk menyelenggarakan berbagai jenis kelompok usaha telekomunikasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: