Problem Hukum Implementasi Doktrin Business Judgment Rule dalam Perkara Pidana
Utama

Problem Hukum Implementasi Doktrin Business Judgment Rule dalam Perkara Pidana

Perbedaan konsep antara penerapan BJR di Indonesia yang berdasarakan Pasal 97 UU Perseroan Terbatas dengan BJR sebagaimana yang dipahami negara-negara common law.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit

“Masing-masing rezim (hukum) punya playing field masing-masing. Khususnya di negara yang menganut sistem civil law. Di sana ada perbedaan yang tegas antara hukum privat dan publik. Hal ini berbeda dengan negara common law. Kita sampai sekarang mewarisi sistem hukum ini (civil law),” terang Chandra.

Senada, Surya Jaya pun menegaskan bahwasanya BJR merupakan ruang lingkup hukum perdata. Menurut dirinya, tidak ada ketentuan pidana yang mengatur mengenai BJR. Namun prinsip ini kemudian diadopsi oleh UU Perseroan Terbatas. “BJR ini berkembang di negara common law. Diterapkan dalam konteks kegiatan perusahaan. Dia masuk dalam ranah hukum privat sebenarnya”.

Karena itu Surya Jaya menilai harusnya dalam penerapan prinsip BJR, tidak bisa serta merta menjadi aturan imunitas bagi pegurus perushaaan. Jika dilihat dari struktur kepemilikan saham, Surya Jaya menilai ada pula kepentingan pemilik modal (owner) dalam prinsip ini. Kenapa begitu?

Menurut Surya Jaya, ada perusahaan yang struktur sahamannya dimiliki oleh orang yang berada di luar pengurus dan ada pula perusahaan yang ownernya duduk pula sebagai pengurus. Karena itu dirinya menilai BJR merupakan kepentingan dari owner dan juga pengurus. Tentu saja hal ini merupakan ranah hukum perdata.

Sementara itu Rasamala Aritonang menjelaskan dalam konteks penerapannya, BJR merupakan ranah hukum perdata. Sementara yang merupakan ranah hukum pidananya adalah dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi atau komisaris perusahaan. Tentu saja dalam hal ini perusahaan milik negara. Dari pendekatann ini, Rasamala menilai antara kedua rejim hukum tersebut maka yang harus didahulukan adalah hukum pidana  karena terdapat kepentingan publik di situ.

“Bagaiamana sudut pandang hukum kita berdasarkan Pancasila maka kita bicara soal kepentingan masyrakat mesti ada di depan,” ujarnya.

Namun, Rasamala juga mengingatkan prinsip ultimum remidium hukum pidana. Dengan begitu, suatu persoalan seharusnya mampu diselesaikan terlebih dahulu melalui rejim hukum terdekat. Setelah rezim hukum tersebut tidak mampu menyelesaika persoalan tersebut baru baru hukum pidana masuk ke dalamnya.

“Jadi kita paham dulu konteks itu. Kalau hari ini pengadilan banyak memproses kasus yang di dalamnya ada BJR dalam proses pidana, artinya pengadilan dan hakim menilai pada saat ini rejim itu tidak bekerja sehingga mereka mengambil alih dan memproses secara pidana,” ucap Rasamala.

Tags:

Berita Terkait