Pembaruan Pelindungan Hukum dan Problematika Pembuktian dalam UU TPKS
Kolom

Pembaruan Pelindungan Hukum dan Problematika Pembuktian dalam UU TPKS

Problematika ini berlaku bagi aparat penegak hukum, khususnya bagi hakim dalam mewujudkan putusan yang memenuhi keadilan hukum, keadilan moral dan keadilan sosial.

Bacaan 7 Menit

Pembagian unsur pasal ini diawali dengan subjek hukum setiap orang yang terdiri dari orang perseorangan atau korporasi. Orang perseorangan artinya bisa saja laki-laki ataupun perempuan sehingga tidak ada pengkhususan pada gender tertentu. Pelecehan nonfisik yang dilakukan korporasi misalnya mengunggah foto seseorang pada akun media sosial korporasi dengan ditambahkan kalimat sensual tertentu dengan maksud merendahkan harkat dan martabat orang tersebut.

Unsur berikutnya adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan. Misalnya kedipan mata, gerakan atau isyarat atau bahasa tubuh yang memperlihatkan atau menyentuh atau mempermainkan alat kelamin, ucapan atau komentar yang bernuansa sensual atau ajakan atau yang mengarah pada ajakan melakukan hubungan seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi, memfoto secara diam-diam dan atau mengintip seseorang.

Unsur berikutnya adalah perbuatan tersebut ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi. Keinginan seksual/hasrat seksual adalah kondisi terkait motivasi dan minat pada objek atau aktivitas seksual, atau sebagai keinginan, atau dorongan untuk mencari objek seksual atau untuk terlibat dalam suatu aktivitas seksual. Berdasarkan pengertian Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yang dimaksud organ reproduksi adalah suatu rangkaian organ, interaksi organ, dan zat dalam tubuh manusia yang dipergunakan untuk berkembang biak.

Muncul pertanyaan bagaimana pembuktian kekerasan nonfisik berupa kedipan mata dihubungkan dengan unsur terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/organ reproduksi? Kedipan mata tentu tidak berhubungan langsung dengan tubuh atau organ reproduksi namun masih memiliki keterkaitan dengan keinginan seksual. Dalam ketentuan Pasal 25 ayat (1) diatur bahwa keterangan saksi dan/atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan satu alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Satu alat bukti lainnya yang dapat dipergunakan yakni surat keterangan psikolog klinis yang dapat memberikan penjelasan secara ilmiah mengenai kualitas kesaksian yang disampaikan korban. Mengingat karakter beban pembuktian terhadap unsur ini, maka perbuatan kedipan mata sebagai kekerasan seksual nonfisik perlu ditelaah kadar perbuatannya dengan perbuatan berulang, dilakukan pada tempat yang selalu dilewati oleh korban, setelah dilakukan peringatan dan lain sebagainya. Demikian pula ucapan atau komentar yang bernuansa sensual, misalnya “kamu seksi sekali” dapat pula diancam pidana kekerasan nonfisik sepanjang dilakukan dengan memenuhi unsur maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang.

Pertanyaan yang tidak kalah penting adalah bagaimana pembuktian terhadap unsur merendahkan harkat dan martabat seseorang? Bagaimana seandainya maksud ucapan sensual ditujukan sebagai pujian? Unsur dengan maksud merendahkan harkat dan martabat bersifat subjektif yang dilekatkan pada pengakuan korban sehingga rentan terjadinya kriminalisasi pihak yang tidak bersalah sehingga perlu dilakukan tinjauan secara khusus terhadap modus dan motif dalam kronologis perkaranya serta bersandar pada sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif dimana pembuktian didasarkan pada undang-undang.

Pertanyaan lainnya mengenai kekerasan nonfisik yang merendahkan harkat dan martabat seseorang yakni terkait dengan keinginan/hasrat seksual menyimpang seseorang. Apakah termasuk perbuatan yang dapat dipidana? Misalnya seseorang mengucapkan kalimat “dasar penyuka sesama jenis”. Apabila merujuk pada pengertian keinginan seksual/hasrat seksual di atas yang berkaitan dengan aktivitas seksual seseorang maka unsur pelecehan seksual nonfisik termasuk penghinaan terhadap penyimpangan seksual.

Tags:

Berita Terkait