PT Angkasa Pura I Didenda Satu Miliar
Putusan KPPU:

PT Angkasa Pura I Didenda Satu Miliar

Perusahaan pengelola bandara di Kawasan Indonesia Timur itu terbukti melakukan monopoli jasa kargo di Bandara Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

Sut
Bacaan 2 Menit

UU Anti Monopoli

Pasal 19 huruf (a):

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri atau bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:

(a) menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan

Pasal 25 ayat (1) huruf (c):

Ayat (1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:

(c) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesainguntuk memasuki pasar bersangkutan.

Dalam proses pemeriksaan, Tim Pemeriksa menemukan fakta bahwa AP I memiliki kewenangan untuk memonopoli pengelolaan jasa pelayanan kargo di setiap bandara di bawah naungan AP I. Perusahaan plat merah tersebut lantas membentuk Strategic Unit Business (SBU). Tujuannya untuk menambah sumber pendapatan perseroan. Di Bandara Hasanuddin, bentuk SBU-nya adalah Speed and Secure (SSC) Warehousing.

Ternyata, banyak pengguna jasa pelayanan kargo yang tak puas terhadap pelayanan dan keamanan yang diberikan SSC Warehousing. Bukan itu saja, seluruh perusahaan yang tergabung dalam Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU) dan PT Pos Indonesia diwajibkan membayar jasa pelayanan SSC Warehousing. Ironisnya, baik EMPU dan PT Pos tidak mendapatkan nilai tambah (value added) dari pelayanan tersebut.

Karena monopoli itu, SSC Warehousing sejak 2005-2007 membukukan tingkat keuntungan yang tinggi. Tahun 2007 saja, return on investment (ROI) dan return on equity (ROE) yang mereka peroleh sangat besar. Sayang, Majelis tidak merinci keuntungan tersebut. Yang jelas, kata Majelis, pendapatan yang begitu besar, tidak sebanding dengan mutu pelayanan dan jaminan keamanan yang diberikan SSC Warehousing.

Majelis menilai, AP I melalui SSC Warehousing, tidak memberikan pelayanan dan keamanan yang sesuai dengan tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa. Selain itu, unit bisnis AP I tersebut telah menikmati tingkat keuntungan yang tinggi, namun tidak diimbangi dengan pelayanan yang baik. Sehingga keberadaan unit tersebut tidak memberikan nilai tambah kepada pengguna jasanya.

Menurut Majelis, beroperasinya SSC Warehousing hanyalah salah satu strategi AP I untuk menambah keuntungan perseroan. Namun AP I justru mengabaikan pelayanan dan tanggung jawab keamanan dan keselamatan penerbangan, sebagaimana diwajibkan dalam perundang-undangan.

Meski menemukan sejumlah pelanggaran, Majelis tidak melihat adanya indikasi pelanggaran Pasal 19 huruf (a) dan Pasal 25 ayat (1) huruf c UU Anti Monopoli, seperti yang dituduhkan di awal pemeriksaan. Majelis hanya menemukan pelanggaran Pasal 17 ayat (1) UU yang sama.

Dalam putusannya, selain menjatuhkan denda, Majelis memerintahkan AP I untuk meningkatkan pelayanan dan keamanan dalam jasa pelayanan kargo di Bandara Hasanuddin Makassar. Peningkatan mutu jasa itu harus diterapkan selambat-lambatnya satu bulan sejak putusan No 22/KPPU-L/2007 ini memiliki kekuatan hukum tetap. Majelis juga memerintahkan AP I untuk menghitung ulang kembali tarif jasa pelayanan kargo sesuai dengan harga tingkat keuntungan yang wajar.

Di samping itu, Majelis mencantumkan dua rekomendasi dalam putusannya. Pertama, mendesak Administrator Bandara Hasanuddin untuk lebih meningkatkan pengawasan di bandara tersebut. Khususnya, di wilayah terminal kargo sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kedua, perlu ada koordinasi antara Departemen Perhubungan dan Kementerian Negara BUMN mengenai pelayanan kebandarudaraan dan kewajiban AP I dalam mencari keuntungan.

Hingga berita ini diturunkan, hukumonline belum mendapat tanggapan dari pihak AP I terhadap putusan tersebut.

Tags: