Puluhan Serikat Buruh Tolak Pemberlakuan ACFTA
Berita

Puluhan Serikat Buruh Tolak Pemberlakuan ACFTA

Pemberlakuan ACFTA akan menciptakan deindustrialisasi dan penggangguran yang berimbas pada penurunan daya beli masyarakat.

ASh
Bacaan 2 Menit
Puluhan Serikat Buruh Tolak Pemberlakuan ACFTA
Hukumonline

Setelah Front Perjuangan Petani Indonesia, kini giliran sekitar dua puluhan organisasi serikat buruh menyatakan penolakannya atas pemberlakuan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) dalam  konperensi pers di Jakarta, Rabu (27/1) yang diselenggarakan Komando Buruh Revolusioner (Kobar). Pasalnya, pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas China dan ASEAN itu bakal menjadi ancaman terbesar bagi buruh di Indonesia, terutama ancaman PHK massal. 

 

“Ancaman terbesar hari ini khususnya bagi buruh adalah pemberlakuan ACFTA. Karena diperkirakan akan terjadi PHK hingga jutaan pekerja dari sekitar 10-20 sektor industri yang ada. Kita menyatakan sikap untuk menolak pemberlakuan ACFTA karena akan berdampak menyengsarakan rakyat,” kata M. Rodja, Ketua Umum Kobar, aliansi serikat buruh nonkonfederasi. Penolakan itu pun diamini seluruh pengurus serikat pekerja yang hadir diantaranya, OPSI, SBSI'92, FNPBI, SB Merdeka Setia Kawan.  

 

Keresahan itu pernah disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) beberapa waktu lalu soal dampak buruk pemberlakuan ACFTA. Apindo memperkirakan sebanyak 7,5 juta buruh akan kehilangan pekerjaan. Namun kekhawatiran itu ditepis menteri perdagangan beberapa waktu lalu. Sebab, untuk mengantisipasi itu, pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi, termasuk pembentukan tim antisipasi yang beranggotakan lintas departemen.

 

Seperti diketahui, mulai Januari 2010 ini China bersama negara ASEAN seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Brunei, dan Singapura bersepakat melakukan perdagangan bebas lewat perjanjian yang ditandatangani pada 2002 itu. Dengan berlakunya perjanjian ACFTA itu, negara ASEAN menghapus tarif hingga nol persen untuk masuk-keluarnya produk di kawasan itu. Imbasnya, produk impor terutama dari China akan lebih mengalir deras dengan harga lebih murah, sehingga produk dalam negeri yang sejenis diperkirakan bakal kalah bersaing. Hal ini bakal berpengaruh terhadap industri dalam negeri yang berujung pada penurunan produksi dan pengurangan tenaga kerja. 

 

Melihat kondisi itu, Rodja berharap agar pemerintah berani mengatakan ketidaksiapannya sebagaimana diragukan berbagai pihak seperti kalangan pelaku usaha dan pemerintah sendiri. “Kita gak perlu malu-malulah. Katakan saja kalau memang kita belum siap dengan pemberlakuan ACFTA ini.”

 

Celah yang bisa digunakan kalangan buruh, lanjut Rodja, yakni lewat Komisi VI DPR -yang membidangi masalah perdagangan- untuk tak mengesahkan kesepakatan itu. Setelah tak mengesahkan, pemerintah harus keluar dari kesepakatan perjanjian itu. “Itu tak apa-apa wong negara lain juga belum tentu bisa melaksanakan kok,” tandasnya.

Tags: