Putusan-Putusan Pengadilan Terbaru Terkait Lingkungan Hidup yang Layak Diketahui
Utama

Putusan-Putusan Pengadilan Terbaru Terkait Lingkungan Hidup yang Layak Diketahui

Dalam pertimbangan, majelis hakim kembali menggunakan precautionary principle atau prinsip kehati-hatian.

Muhammad Yasin/AJI
Bacaan 2 Menit

Setelah putusan Cikijing itu akhirnya Kementerian LHK menetapkan DTBPA Sungai Ciliwung, Citarum dan Cisadane dalam tiga Surat Keputusan Menteri. SK ini menegaskan bahwa DTBPA menjadi dasar bagi pemerintah dalam memberikan izin-izin: izin lingkungan, izin lokasi, baku mutu air limbah, dan mutu air sasaran.

Putusan MA No. 99PK/TUN/2016

Putusan ini berkaitan dengan izin lingkungan sebuah perusahaan semen. Majelis hakim yang mengadili perkara ini menganggap karst adalah sumber air. Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), majelis hakim agung menerima novum yang diajukan pemohon PK karena bersifat menentukan, dan majelis kasasi melakukan kekeliruan yang nyata. Majelis menyatakan batal SK Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Oleh PT Semen Gresik di Kabupaten Rembang Jawa Tengah.

Putusan ini adalah jawaban pengadilan atas gugatan sejumlah warga Rembang dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terhadap Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Gresik, sekarang bernama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Setelah putusan pengadilan, Gubernur Jawa Tengah kembali menerbitkan izin lingkungan baru bagi PT Semen Indonesia.

Putusan MA No. 27P/HUM/2016

Pada pertengahan Juli 2016, sejumlah warga bersama Yayasan Walhi, Yayasan Gita Pertiwi, dan ICEL telah mengajukan permohonan hak uji materi Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar. Menurut para pemohon, sebagian isi Perpres itu bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No. 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants, dan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Dalam putusannya, majelis hakim agung mengabulkan permohonan para pemohon, dan menyatakan Perpres No. 18 Tahun 2016 bertentangan dengan UU PPLH, UU Kesehatan, dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Majelis berpendapat Perpres itu mengingkari prinsip pokok dalam hukum perizinan yaitu izin diberikan sebelum usaha atau kegiatan berjalan. Perpres yang menjadi objek gugatan telah memperbolehkan pengurusan izin dilakukan bersamaan dengan kegiatan konstruksi. Majelis juga menyebut penggunakan teknologi termal dalam pengelolaan sampah, yang diatur dalam Perpres, bertentangan dengan UU Kesehatan.

Setelah putusan Mahkamah Agung itu, Pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Perpres Jakstranas). ICEL mengkritik Perpres terbaru ini karena isinya masih mencantumkan pendekatan penanganan sampah di hilir.

Putusan MA No. 49P/HUM/2017

Putusan ini salah satu yang dikritik oleh ICEL karena dianggap melemahkan upaya konservasi. Pasal-pasal yang dibatalkan dinilai krusial untuk perlindungan ekosistem gambut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait