Ragam Masalah Hukum Fintech yang Jadi Sorotan di 2018
Lipsus Akhir Tahun 2018:

Ragam Masalah Hukum Fintech yang Jadi Sorotan di 2018

Permasalahan hukum industri fintech timbul akibat lemahnya regulasi. Perkembangan industri fintech menjadi tantangan tersendiri bagi konsultan hukum pasar modal dan keuangan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline mencoba menghimpun berbagai pelanggaran hukum fintech sepanjang tahun ini. Setidaknya, terdapat empat kategori bentuk pelanggaran hukum yang paling mencuri perhatian dalam industri fintech. Berbagai bentuk pelanggaran hukum tersebut sebagai berikut:

 

1. Fintech Ilegal

Setiap perusahaan fintech yang beroperasi memberi layanan kepada masyarakat harus terlebih dahulu mengantongi izin dari OJK. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 7 dan 8 POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Apabila, perusahaan tersebut tidak mendaftar maka dikategorikan sebagai perusahaan fintech ilegal.

 

POJK 77/2016

Pendaftaran

Pasal 8:

(1) Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK.

(2) Penyelenggara yang telah melakukan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sebelum peraturan OJK ini diundangkan, harus mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK paling lambat 6 (enam) bulan setelah peraturan OJK ini berlaku

(3) Permohonan pendaftaran oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan oleh Direksi kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan menggunakan Formulir 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan OJK ini, dan dilampiri dengan dokumen yang paling sedikit memuat:

  1. akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut perubahannya (jika ada) yang telah disahkan/disetujui oleh instansi yang berwenang atau diberitahukan kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bukti identitas diri dan daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm dari: 1. pemegang saham yang memiliki saham paling sedikit 20% (dua puluh persen); 2. anggota Direksi; dan 3. anggota Komisaris;
  3. fotokopi nomor pokok wajib pajak badan;
  4. surat keterangan domisili Penyelenggara dari instansi yang berwenang;
  5. bukti kesiapan operasional kegiatan usaha berupa dokumen terkait Sistem Elektronik yang digunakan Penyelenggara dan data kegiatan operasional.
  6. bukti pemenuhan syarat permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 4 ayat (2);
  7. surat pernyataan rencana penyelesaian terkait hak dan kewajiban Pengguna dalam hal perizinan Penyelenggara tidak disetujui oleh OJK.

(4) Persetujuan atas permohonan pendaftaran dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen permohonan pendaftaran sesuai dengan persyaratan dalam peraturan OJK ini.

(5) OJK menetapkan persetujuan pendaftaran Penyelenggara dengan memberikan surat tanda bukti terdaftar

 

Sayangnya, perusahaan fintech ilegal ternyata jumlahnya jauh lebih banyak daripada perusahaan terdaftar atau berizin. Data terbaru, OJK yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi telah menghentikan sebanyak 404 perusahaan fintech P2P ilegal. Sedangkan jumlah fintech berizin jumlahnya mencapai 78 perusahaan.

 

(Baca Juga: Jenis-jenis Pelanggaran Hukum di Industri Fintech)

 

Terdapat perbedaan signifikan antara perusahaan fintech berizin dengan ilegal. Pengawasan perlindungan konsumen diatur lebih ketat pada perusahaan fintech berizin. Apabila, terjadi sengketa antara nasabah dengan perusahaan fintech maka ada regulator yang menjadi penengah kedua belah pihak.

 

Sisi lain, perlindungan konsumen yang menggunakan layanan perusahaan fintech ilegal sangat lemah. Lemahnya pengawasan tersebut menyebabkan perusahaan fintech ilegal ini melakukan berbagai pelanggaran terhadap nasabahnya. Bentuk pelanggaran tersebut berupa pencurian data pribadi, penetapan suku bunga pinjaman tinggi hingga penagihan intimidatif.

 

Akibat tingginya risiko tersebut, masyarakat sebenarnya sudah diimbau menggunakan layanan fintech berizin. Namun, tetap saja layanan fintech ilegal ini masih marak digunakan masyarakat.

Tags:

Berita Terkait