Hukumonline mencoba menghimpun berbagai pelanggaran hukum fintech sepanjang tahun ini. Setidaknya, terdapat empat kategori bentuk pelanggaran hukum yang paling mencuri perhatian dalam industri fintech. Berbagai bentuk pelanggaran hukum tersebut sebagai berikut:
1. Fintech Ilegal
Setiap perusahaan fintech yang beroperasi memberi layanan kepada masyarakat harus terlebih dahulu mengantongi izin dari OJK. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 7 dan 8 POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Apabila, perusahaan tersebut tidak mendaftar maka dikategorikan sebagai perusahaan fintech ilegal.
POJK 77/2016 Pendaftaran Pasal 8: (1) Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK. (2) Penyelenggara yang telah melakukan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sebelum peraturan OJK ini diundangkan, harus mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK paling lambat 6 (enam) bulan setelah peraturan OJK ini berlaku (3) Permohonan pendaftaran oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan oleh Direksi kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan menggunakan Formulir 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan OJK ini, dan dilampiri dengan dokumen yang paling sedikit memuat:
(4) Persetujuan atas permohonan pendaftaran dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen permohonan pendaftaran sesuai dengan persyaratan dalam peraturan OJK ini. (5) OJK menetapkan persetujuan pendaftaran Penyelenggara dengan memberikan surat tanda bukti terdaftar |
Sayangnya, perusahaan fintech ilegal ternyata jumlahnya jauh lebih banyak daripada perusahaan terdaftar atau berizin. Data terbaru, OJK yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi telah menghentikan sebanyak 404 perusahaan fintech P2P ilegal. Sedangkan jumlah fintech berizin jumlahnya mencapai 78 perusahaan.
(Baca Juga: Jenis-jenis Pelanggaran Hukum di Industri Fintech)
Terdapat perbedaan signifikan antara perusahaan fintech berizin dengan ilegal. Pengawasan perlindungan konsumen diatur lebih ketat pada perusahaan fintech berizin. Apabila, terjadi sengketa antara nasabah dengan perusahaan fintech maka ada regulator yang menjadi penengah kedua belah pihak.
Sisi lain, perlindungan konsumen yang menggunakan layanan perusahaan fintech ilegal sangat lemah. Lemahnya pengawasan tersebut menyebabkan perusahaan fintech ilegal ini melakukan berbagai pelanggaran terhadap nasabahnya. Bentuk pelanggaran tersebut berupa pencurian data pribadi, penetapan suku bunga pinjaman tinggi hingga penagihan intimidatif.
Akibat tingginya risiko tersebut, masyarakat sebenarnya sudah diimbau menggunakan layanan fintech berizin. Namun, tetap saja layanan fintech ilegal ini masih marak digunakan masyarakat.