Rakernas PERADI Dukung Pemberantasan Korupsi yang Berani dan Tegas
Pojok PERADI

Rakernas PERADI Dukung Pemberantasan Korupsi yang Berani dan Tegas

Para advokat siap ikut serta mewujudkan pemberantasan korupsi. Rakernas Peradi juga merekomendasikan pembahasan RUU KUH Pidana, RUU KUH Perdata, dan revisi KUHAP.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Jamaslin James Purba, salah satu Wakil Ketua Peradi yang juga Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) mengakui kepada hukumonline kompetensi advokat menjadi persoalan masih sulit diselesaikan. Jika dibandingkan dengan kurator yang memiliki standar evaluasi kompetensi secara berkala untuk memperpanjang izin praktik, profesi advokat di Indonesia belum memiliki mekanisme tersebut. “Kurator wajib mengikuti pendidikan lanjutan dan membuat laporan saat memperpanjang izinnya disamping biaya perpanjangan, jika tidak terpenuhi maka akan dicabut. Di advokat untuk melakukan perpanjangan kartu keanggotaan dengan iuran administrasi saja masih ada yang keberatan,” ujarnya di sela Rakernas.

 

(Baca juga: Peradi dan Advokat Hong Kong Kerjasama, Pemerintah Beri Dukungan).

 

Sekretaris Jenderal Peradi, Thomas E. Tampubolon menjelaskan kepada hukumonline  pemikiran untuk membangun mekanisme pengembangan mutu advokat sudah ada. Hanya saja belum terwujud dengan baik karena saat ini dunia advokat Indonesia masih disibukkan dengan hal mendasar soal penataan organisasi. “Sudah ada (rencana), tapi faktanya kita masih disibukkan dengan hal-hal mendasar ini, jadi bertahap. Memang sudah jauh tertinggal dengan rekan advokat di luar negeri. Untuk saat ini pengembangan kompetensi masih dilakukan sukarela masing-masing advokat,” jelasnya.

 

Thomas mengakui standar konmpetensi advokat harusnya ditingkatkan dengan semacam pendidikan berkelanjutan dan evaluasi berkala atas izin yang diberikan untuk berpraktek advokat. “Satu per satu kita selesaikan, harus bersabar dulu,” tambahnya.

 

Ketua Dewan Pembina Peradi, Otto Hasibuan berpandangan bahwa yang paling dirugikan dari buruknya mutu advokat adalah masyarakat pencari keadilan. Dan untuk membenahi mutu advokat harus dimulai dari didukungnya pembenahan organisasi advokat. “Pesannya adalah masyarakat yang akan dirugikan. Saat ini Ketua Mahkamah Agung malah membuat hancur upaya (peningkatan mutu) itu dengan suratnya mengizinkan Pengadilan Tinggi mengambil sumpah advokat dari organisasi manapun, begitu mudahnya,” tandas Otto.

 

Oleh karena itu, Otto berpendapat upaya memperbaiki standar kompetensi advokat akan terus terhambat jika Mahkamah Agung justru tidak ikut mendukung Peradi sebagai wadah tunggal yang dibentuk sesuai kriteria dan prosedur dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). “Kami sudah mengambil sikap yang benar sesuai UU Advokat dan aturan organisasi, harusnya Mahkamah Agung berpihak pada kebenaran,” pungkasnya.

 

Peradi yang didirikan pada 21 Desember 2004 telah memasuki usia ke-13 bertepatan dengan momen Rakernas 2017 ini. Sebagai organisasi yang dicita-citakan menjadi wadah tunggal organisasi advokat, masih banyak hal yang harus dibenahi dari eksistensi Peradi.

Tags:

Berita Terkait