Resentralisasi dalam RUU Cipta Kerja Dinilai Ciderai Prinsip Otonomi Daerah
Utama

Resentralisasi dalam RUU Cipta Kerja Dinilai Ciderai Prinsip Otonomi Daerah

Dosen STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menilai kekuasaan tersentralisasi berpotensi memunculkan kelompok kepentingan di seputar pengambil keputusan, sehingga potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang atau menyuburkan praktik oligarki.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja terus dibahas Badan Legislasi, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di tengah pandemi Covid-19 belum berakhir. Sebagai lembaga negara mewakili seluruh daerah, DPD terus mengawal pembahasan RUU Cipta Kerja terkait kepentingan daerah. Sebab, sebagian kewenangan pemerintah daerah bakal dipangkas/diambil alih pemerintah pusat terutama dalam hal perizinan. 

Anggota DPD Daerah dari Dapil Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, mencatat ada 11 klaster pembahasan RUU Cipta Kerja, salah satunya administrasi pemerintahan. Dari 79 UU yang terdampak dalam RUU Cipta Kerja, dua diantaranya UU tentang Administrasi Pemerintahan dan UU Pemerintah Daerah.

Mantan Gubernur Kalimantan Tengah itu mengatakan secara umum ketentuan yang ada dalam RUU Cipta Kerja arahnya resentralisasi dan dikhawatirkan mengancam otonomi daerah. Agustin menjelaskan pandangan Komite I DPD RI terhadap RUU Cipta Kerja yang terdiri dari lima 5 hal.

Pertama, terkait Pasal 162 RUU, sikap mempertegas Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD RI Tahun 1945 tidak melihat peran pemerintah daerah yang berhak menjalankan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 18 UUD RI Tahun 1945 dan UU Pemerintah Daerah. Kedua, Pasal 163 RUU Cipta Kerja menutup celah pendelegasian pelaksanaan UU ke lembaga tinggi negara lainnya dan perda karena didelegasikan hanya lewat PP atau Perpres.

Pasal 18 UUD Tahun 1945

(2) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.

Ketiga, Pasal 164 RUU Cipta Kerja mengurangi kewenangan pemerintah daerah dalam membuat perda yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerahnya karena kewenangan menteri, kepala lembaga, atau pemda untuk menjalankan atau membentuk peraturan perundang-undangan dimaknai sebagai pelaksanaan kewenangan Presiden.

“Ketentuan ini mengurangi kewenangan pemda membentuk perda sesuai karakter wilayahnya,” kata Agustin Teras Narang dalam diskusi secara daring yang diselenggarakan PSHK Indonesia bertema “Problem Birokrasi dan Administrasi Pemerintahan dalam RUU Cipta Kerja”, Selasa (22/9/2020). (Baca Juga: Dampak Negatif RUU Cipta Kerja di Mata Anggota Panja)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait