SE Baru Menteri PANRB, Sistem Kerja ASN di Masa Pandemi Berdasarkan Zona Risiko
Berita

SE Baru Menteri PANRB, Sistem Kerja ASN di Masa Pandemi Berdasarkan Zona Risiko

Bagi instansi pemerintah yang berada pada zona aman, jumlah ASN yang WFO paling banyak 100 persen. Untuk wilayah berkategori risiko sedang, jumlah ASN yang WFO paling banyak 50 persen. Untuk yang berisiko tinggi, jumlah ASN yang WFO paling banyak 25 persen.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
SE Baru Menteri PANRB, Sistem Kerja ASN di Masa Pandemi Berdasarkan Zona Risiko
Hukumonline

Untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 di lingkungan kantor instansi pemerintah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo kembali mengatur sistem kerja aparatur sipil negara (ASN) dalam tatanan normal baru. Sistem kerja baru bagi ASN tersebut dilakukan dengan mengatur kehadiran jumlah pegawai WFO berdasarkan kategori zonasi risiko kabupaten dan kota.

Hal itu diatur dalam Surat Edaran Menteri PANRB No.67 Tahun 2020 tanggal 4 September tentang Perubahan Atas Surat Edaran Menteri PANRB No. 58/2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Tatanan Normal Baru. “Perubahan surat edaran ini dilakukan dengan memperhatikan status penyebaran Covid-19 di Indonesia,” ujar Menteri Tjahjo seperti dilansir laman Kemenkominfo, Senin (7/9).

Menteri Tjahjo mengatakan pengaturan sistem kerja baru bagi ASN ini dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan memperhatikan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (WFO) maupun bekerja di rumah/tempat tinggal (WFH) berdasarkan data zonasi risiko dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Seperti diketahui, kriteria wilayah berdasarkan risiko penyebaran Covid-19 terbagi menjadi empat yakni tidak terdampak, rendah, sedang, dan tinggi.

Bagi instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten dan kota berkategori tidak terdampak/tidak ada kasus, PPK dapat mengatur jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (work from office/WFO) paling banyak 100 persen. Sementara untuk wilayah berkategori risiko rendah, jumlah ASN yang melaksanakan WFO paling banyak 75 persen. 

Untuk instansi pemerintah pada wilayah berkategori risiko sedang, jumlah ASN yang melakukan WFO paling banyak 50 persen. Sedangkan untuk yang berisiko tinggi, jumlah pegawai yang WFO paling banyak 25 persen. (Baca: KMK Tunjangan Pulsa Terbit, PNS Dapat Pulsa Gratis Hingga Desember)

Hingga saat ini, banyak daerah lain di luar Provinsi DKI Jakarta yang termasuk dalam wilayah berisiko tinggi. Untuk itu, Menteri Tjahjo berharap SE Menteri PANRB yang baru ini benar-benar diterapkan di setiap instansi pemerintah di pusat dan daerah sebagai upaya untuk menekan penyebaran Covid-19.

Menteri Tjahjo kembali mengingatkan seluruh ASN agar dapat menjadi pelopor dan teladan dalam penerapan tatanan normal baru dengan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan, namun tetap optimal, aman, serta produktif dalam menjalankan pemerintahan dan memberikan pelayanan publik.

“ASN harus menjadi contoh di lingkungannya masing-masing dengan selalu mematuhi protokol kesehatan, menggunakan masker, rutin cuci tangan, dan menjaga jarak,” tegasnya.

SE Menteri PANRB sebelumnya yaitu No. 58/2020 masih tetap berlaku dan merupakan satu kesatuan dengan SE No. 67/2020 ini.

Jam Kerja PSBB Transisi DKI Jakarta

Sementara, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menentukan jam kerja pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta maksimal sebanyak 5,5 jam sehari, selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di Ibu Kota.


Berdasarkan Surat Edaran Setda 62/2020 tentang sistem kerja aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI pada pelaksanaan PSBB transisi, Kamis, PNS di Jakarta akan memiliki jam kerja sepanjang 5,5 jam tiap sif dengan rincian untuk hari Senin sampai Kamis, sif pertama pada pukul 07.00 WIB-12.30 WIB dan sif kedua 10.30 WIB-16.00 WIB. Sementara pada Jumat, sif pertama berlangsung pada pukul 07.00 WIB-13.00 WIB dan sif kedua pukul 10.30 WIB-16.30 WIB.


Ketentuan tersebut, memperpendek waktu kerja bagi ASN yang sebelumnya memiliki waktu kerja paling tidak 7,5 jam per hari per sif dengan rincian Senin sampai Kamis pukul 07.00 WIB-15.30 WIB dan sif kedua 09.00 WIB-17.30 WIB. Sementara pada Jumat, sif pertama berlangsung pada pukul 07.00 WIB-16.00 WIB dan sif kedua pukul 09.00 WIB-18.00 WIB.

Dengan durasi kerja yang diperpendek menjadi 5,5 jam sehari dan jeda masuk kerja antar sif sekitar 3,5 jam, diharapkan dapat memperkecil interaksi antara manusia selama berkegiatan di tempat kerja mereka dengan ketentuan batas 50 persen, serta memperkecil interaksi di angkutan transportasi umum.

Surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah DKI Saefullah tersebut, mengamanatkan kepada kepala perangkat daerah/unit kerja untuk mengatur jadwal kerja bagi ASN di lingkungan bekerja dari rumah dan bekerja di kantor dengan mempertimbangkan berbagai hal.

Di antaranya kondisi kesehatan atau faktor komorbiditas pegawai (pegawai dengan kondisi hamil, memiliki penyakit penyerta seperti jantung, diabetes, asma dan penyakit berat lainnya). "Meski ada pegawai yang bekerja dari rumah, namun mereka wajib menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Mereka melaksanakan tugas kedinasan yang diberikan oleh pimpinan dan apabila diperlukan, dapat melaksanakan tugas di kantor," tulis surat tersebut seperti dilansir Antara.

Para pegawai tersebut juga wajib menyampaikan laporan pekerjaan yang telah dilaksanakan kepada atasan langsung serta memasukkan ke dalam sistem e-kinerja pada hari yang ditentukan. "Waktu bekerja paling sedikit 7,5 jam sehari dengan ketentuan presensi memakai foto yang menampilkan wajah dan badan dengan memakai pakaian dinas lengkap serta informasi tempat lokasi dan waktu sebenarnya (real time)," dalam surat tersebut.

Untuk bukti presensi pegawai, foto dilaporkan kepada atasan langsung sebanyak dua kali. Pagi hari pukul 07.30 WIB dan sore hari 16.00 WIB. Ketentuan itu mulai dilaksanakan pada 3 September 2020 sampai dengan adanya evaluasi dan mempertimbangkan status kedaruratan kesehatan.

Adapun, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir mengatakan pemberlakuan bekerja dari rumah dan bekerja di kantor pada PNS merupakan kebijakan kepala SKPD atau UKPD masing-masing, namun harus tetap mengacu pada Surat Edaran Sekretaris Daerah Nomor 62/SE/2020 tersebut.


Dalam kesempatan itu, meski disebut mengurangi interaksi antar orang di perkantoran, Chaidir tak menjelaskan perubahan jam kerja tersebut ada hubungannya dengan penumpukan penumpang di angkutan umum atau tidak.


Dia beralasan perubahan jam kerja itu karena mengikuti aturan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negeri dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB).


"Jam kerja menyesuaikan atas SE Menteri PAN dan RB (Nomor 65 Tahun 2020 tentang Pengendalian Pelaksanaan Jam Kerja Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah yang berlokasi di wilayah Jabodetabek dalam tatanan normal baru," kata Chaidir menambahkan.

Tags:

Berita Terkait