Sejak MK Berdiri, Ini UU yang Terbanyak Diuji dan Dikabulkan
Berita

Sejak MK Berdiri, Ini UU yang Terbanyak Diuji dan Dikabulkan

Terbanyak diuji KUHAP dan dikabulkan UU Ketenagakerjaan. Ada persoalan ketidaktahuan masyarakat terkait norma UU yang telah diubah oleh MK. LeIP menyarankan agar legislator seharusnya melegislasikan setiap putusan MK yang mengubah norma UU.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Masalah lain, ada ketidakpatuhan putusan MK oleh lembaga tertentu. Tanziel mencontohkan putusan MK yang menyatakan peninjauan kembali (PK) perkara pidana dapat dilakukan berkali-kali. Namun, MA tetap menganggap PK hanya boleh diajukan satu kali. “Alasannya, putusan MK kan putusan hakim, jadi putusan hakim tidak dapat mengikat aturan yang lain atau alasannya keduanya lembaga yang sejajar,” jelasnya.

 

Padahal. kata dia, putusan MK itu mengubah UU yang artinya membuat rules (yang setara dengan UU). “Logikanya, kalau nggak ditaati ngapain MK mempunyai kewenangan seperti itu, cabut aja kewenangan putusan MK itu kalau memang potensi tidak ditaati."

 

Fajar Laksono pun mengakui salah satu problem putusan MK adalah ketidaktahuan publik. Semestinya memang ada lembaga negara yang menindaklanjuti setiap putusan MK dalam hal ini, pemerintah cq Kementerian Hukum dan HAM. “Setiap norma UU yang sudah berubah akibat putusan MK, seharusnya diberi anotasi. Misalnya, UU Ketenagakerjaan sampai dengan tahun ini, misalnya pasal mana saja yang sudah diubah oleh MK tidak diberi anotasi,” kata Fajar.

 

Akibatnya, lanjut Fajar, buku UU yang dijual di toko buku dan penerbit-penerbit swasta secara bebas, seringkali juga tidak memberi anotasi perubahan norma pasal UU akibat  putusan MK. Seharusnya, norma pasal UU yang berubah akibat putusan MK diberi anotasi berupa catatan kaki. “Sehingga, publik dapat membaca, oh aturan ini telah diubah normanya oleh MK menjadi seperti ini,” terangnya.

 

Mengatasi persoalan ini, Fajar mengungkapkan MK saat ini mulai menyelesaikan beberapa anotasi perubahan norma pasal UU akibat putusan MK dengan menggunakan anggarannya sendiri. Ada sekitar 20 UU yang telah diberi anotasi putusan MK, berupa catatan kaki dalam norma baik itu pasal, frasa, ayat, huruf ataupun penjelasan pasal yang ditelah diubah oleh MK. Diantaranya UU Grasi, UU Komisi Yudusial, UU Otonomi Khusus Papua, UU Pembentukan Kabupaten Maybrat, UU Administrasi Kependudukan, UU Sistem Pendidikan Nasional.

 

Fajar berharap program kegiatan ini mendapatkan respon positif dari publik, penerbit, termasuk lembaga lain. “Jadi untuk mencetak buku UU, jangan asal cetak, tetapi harus memperhatikan putusan MK. Ini untuk meminimalisir ketidaktahuan masyarakat mengenai norma UU yang telah diubah oleh MK,” katanya.

Tags:

Berita Terkait