Sejumlah Potensi Problem Sektor Sumber Daya Alam Akibat UU Cipta Kerja
Berita

Sejumlah Potensi Problem Sektor Sumber Daya Alam Akibat UU Cipta Kerja

Lewat UU Cipta Kerja, pemerintah mengobral kekayaan alam Indonesia secara cuma-cuma melalui kelonggaran royalti hingga 0%.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit

Royalti

Sementara itu, Iqbal Damanik dari Auriga Nusantara menilai ketentuan Pasal 128 A UU Cipta Kerja merupakan karpet merah pada para pengusaha tambang karena merevisi ketentuan royalti Undang-Undang Minerba. Menurut Iqbal, lewat dalam UU Cipta Kerja, pemerintah mengobral kekayaan alam Indonesia secara cuma-cuma melalui kelonggaran royalti hingga 0%.

Menurut Iqbal, saat negara menghadapi resesi ekonomi, rakyat kehilangan pekerjaan dan meregang nyawa karena pandemi yang tak kunjung usai, Presiden Jokowi dan DPR RI justru memilih memberi talangan (bailout) dengan menyelamatkan pebisnis tambang batubara. Bailout itu difasilitasi dalam UU Cipta Kerja di paragraf 5 klaster energi dan sumber daya mineral Pasal 128A yang menyebutkan kelonggaran pembayaran royalti kepada pemerintah.

“Pemberian royalti 0% sama dengan memberikan batubara secara cuma-cuma kepada pengusaha batubara, mengkhianati amanat UUD ’45 bahwa sumber daya alam digunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar Iqbal.

Ia menambahkan, insentif ini akan mendorong laju eksploitasi besar-besaran yang beriringan dengan semakin hancurnya ruang hidup dan lingkungan yang tidak layak huni. Situasi ini bertentangan dengan niat pemerintah Indonesia yang membatasi produksi batubara yang dituangkan dalam RPJMN.

Sejak tahun lalu sebelum pandemi, sejumlah perusahaan batubara besar sudah mengalami kesulitan keuangan, dengan utang jatuh tempo pada 2020, 2021, dan 2022. Moody’s Investor Services mencatat total utang perusahaan-perusahaan tersebut mencapai USD 2,9 miliar atau sekitar Rp 42 triliun yang akan jatuh tempo pada 2022 saja. Utang tersebut berbentuk kredit perbankan maupun obligasi.

Sementara melalui UU Cipta Kerja dan dengan menunggangi pandemi, kewajiban perusahaan untuk menyetorkan royalti kepada pemerintah akan diberikan diskon hingga 100%. Artinya, relaksasi royalti ini akan menyebabkan negara kehilangan potensi pemasukan hingga USD 1.1 miliar dan USD 1.2 miliar dari pajak yang ditarik pada 2019 dari 11 perusahaan batubara.

“Semua ini terjadi karena legislasi UU Cipta Kerja ini sudah tersandera dalam konflik kepentingan, para aktor oligarki politik dan bisnis dalam parlemen sudah bercampur-baur. Sebanyak 50 persen isi anggota DPR dan pimpinannya juga terhubung dengan bisnis batubara,” ungkap Merah Johansyah dari JATAM Nasional.

Diskon royalti hingga 100% ini  dianggap akan menguntungkan perusahaan tambang, sebaliknya hal ini sama saja menggratiskan batubara demi menyelamatkan pengusaha, sementara bagi penerimaan negara dan daerah yang selama ini bergantung pada batubara akan turun drastis. Di saat yang sama, eksploitasinya justru terjadi di daerah, aturan ini juga akan memicu perluasan kerusakan, pencemaran lingkungan seperti lubang tambang dan pengusiran masyarakat dari tanahnya sendiri, biaya pemulihan lenyap dan dana tidak ada karena perusahaan tambang yang diberi diskon royalti, negara dan lingkungan buntung.

“Material atau sumber daya alam ini ada di daerah, dengan adanya izin tambang seumur tambang, dan royalti 0%, maka daerah hanya akan mendapat lubang tambang dan bencana saja. Ini sama saja negara kita dikangkangi investor,” tutup Kisworo Dwi Cahyono, dari WALHI Kalimantan Selatan.

Tags:

Berita Terkait