Seluruh Fraksi Setujui RUU Perubahan Kedua UU ITE Jadi UU
Utama

Seluruh Fraksi Setujui RUU Perubahan Kedua UU ITE Jadi UU

Beberapa substansi dalam RUU seperti mengubah norma kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan pemerasan dan/atau pengancaman yang merujuk ketentuan KUHP Nasional.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari saat membacakan laporan akhir komisinya atas pembahasan RUU ITE dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (12/5/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari saat membacakan laporan akhir komisinya atas pembahasan RUU ITE dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (12/5/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Rancangan Undang-Uundang (RUU) tentang Perubahan Kedua UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) resmi mendapat persetujuan dari seluruh fraksi untuk menjadi UU. Kesepakatan diambil secara bulat oleh seluruh fraksi partai di tingkat pertama dan dilanjutkan dalam pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (5/12/2023).

“Selanjutnya, kami tanyakan sekali lagi kepada anggota apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No.11/2008 tentang ITE dapat disetujui dan disahkan menjadi UU,” ujar  pimpinan rapat paripurna, Lodewijk F Paulus di ruang paripurna. Seluruh anggota dewan dari seluruh fraksi partai yang hadir serentak menyatakan persetujuannya.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari dalam laporan akhirnya mengatakan pembahasan RUU Perubahan Kedua UU ITE bermakna strategis. Sebab perubahannya dalam rangka mengikuti dinamika perkembangan masyarakat. Khususnya memenuhi perlindungan hukum dalam pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik yang lebih baik.

Jangan lewatkan pembahasan mendalam mengenai ketentuan dalam RUU Perubahan Kedua atas UU ITE dalam Indonesian Law Digest di https://pro.hukumonline.com/c/law-digest

Dia menegaskan, semangat DPR dan pemerintah dalam membahas RUU ITE dilatarbelakangi upaya penataan dan perbaikan pengaturan, pengelolaan informasi dan transaksi elektronik.  Selain itu, menjamin pengakuan dan kebebasan setiap orang, memenuhi rasa keadilan sesuai pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat demokrasi.

Baca juga:

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menguraikan beberapa perubahan RUU. Pertama, perubahan norma kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan pemerasan dan/atau pengancaman yang merujuk ketentuan UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menggantikan wetboek van strafrecht. Kedua, perubahan ketentuan berita bohong, atau informasi menyesatkan yang menyebabkan kerugian materil konsumen.

Ketiga, perubahan ketentuan suku, ras, dan agama, serta pemberitaan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat. Keempat, perubahan penjelasan soal perundungan atau cyber bullying. Kelima, perubahan ketentuan ancaman pidana penjara dan/atau denda sesuai pasal terkait.

“Demikian laporan komisi I keseluruhan hasil pembahasan, kami harap dapat diterima paripurna DPR RI,” ujarnya.

Sementara pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengatakan RUU Perubahan kedua UU ITE telah disampaikan Presiden kepada Ketua DPR melalui surat tertangal 16 Desember 2021. Dalam surat presiden (Surpres) menugaskan Menkominfo dan Menteri Hukum dan HAM mewakili Presiden dalam pembahasan RUU itu di DPR guna mendapat persetujuan bersama. Pada intinya ruang digital merupakan tempat semua kepentingan berbeda saling berinteraksi. Hal itu menghasilkan inovasi sampai adopsi hukum.

“Pemerintah harus mengedepankan kepentingan umum dan negara. Perubahan kedua UU ITE ini kebijakan besar untuk menghasilkan ruang digital beretika, dan berkeadilan,” papar Budi Arie.

Budi menegaskan pemerintah bertanggungjawab menjamin kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat yang salah satunya menggunakan medium komunikasi. Serta memberi perlindungan terhadap diri pribadi, kehormatan, martabat, dan berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu.

Menruut mantan Wakil Menteri Desa Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi itu mengatakan, Pemerintah perlu melakukan pembatasan yang diperlukan melalui UU untuk menjamin pengakuan dan penghormatan kebebasan orang lain. Dengan mempertimbangkan nilai moral, agama, ketertiban umum dalam masyarakat demokratis.

Dalam kesempatan terpisah Ketua DPR, Puan Maharani, menyebut RUU Perubahan Kedua UU ITE merupakan salah satu RUU yang sangat strategis. Menurutnya, dinamika dunia digital terus berkembang sehingga mendorong DPR dan pemerintah untuk mengatur perlindungan terutama terhadap anak dalam ruang digital.

Perbaikan atas pasal-pasal yang mengancam kebebasan berpendapat dan pasal yang dianggap multitafsir juga diperbaiki sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan Masyarakat. Dia berharap perubahan kedua UU ITE ini dapat memberikan landasan hukum yang lebih komprehensif dalam rangka melindungi pengguna sistem elektronik.

“Telah ditetapkan menjadi UU adalah Perubahan Kedua UU tentang ITE,” ujarnya dalam pidato penutupan masa sidang.

Tags:

Berita Terkait