Sesuai Asas Keadilan, Jaksa Bisa Ajukan PK
Berita

Sesuai Asas Keadilan, Jaksa Bisa Ajukan PK

Pendapat berbeda terus didengungkan termohon. Sambil berharap Kejaksaan membawa dugaan pemerasan ke pengadilan.

Rfq
Bacaan 2 Menit

 

Mendengar keterangan itu, Thomson pun makin penasaran. “Ini perkara sudah cukup alat bukti, kalau bukan pidana bagaimana pasal 12 huruf e (UU No 31 Tahun 1999-red) tentang pemerasan,” ujarnya.

 

Masih dengan sikap santai Indriyanto menjelaskan, perkara yang menjerat Bibit dan Chandra telah ditutup demi hukum dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Perkara (SKPP) lantaran telah P21. Dia merujuk pasal 50 sebagai landasan SKPP, kedua pimpinan KPK yang kini nonaktif itu menjalankan jabatan atas perintah Undang-Undang (UU).

 

Namun dia tidak menampik pelanggaran Pasal 21 huruf e dapat diboyong ke pengadilan. “Pasal 12 huruf e harus di pengadilan, boleh di pengadilan,” katanya.

 

Giliran anggota majelis hakim, Hari Sasangka yang penasaran. “Setahu saya, PK adalah hak terpidana dan ahli waris. Sedangka kasasi adalah hak jaksa dan sudah seimbang. Pikiran saya sudah benar atau tidak,” ujarnya.

 

Indriyanto lalu menyatakan tetap pada pandangannya bahwa pada prinsipnya, PK merupakan hak terpidana dan ahli waris.

 

Namun hukum pidana memberikan keseimbangan kepentingan hukum. Sehingga, ujar dia dengan berpedoman pada asas keadilan dan kepentingan hukum kejaksaan dapat mengajukan PK. “Prinsipnya tidak boleh dalam asas kepastian hukum. Tapi asas keadilan boleh. Faktanya, ada dan diperbolehkan,” ujarnya.

 

Ditemui usai persidangan, Thomson tetap berpedoman pada KUHAP bahwa jaksa tak diperbolehkan mengajukan PK sebagaimana Pasal 263 KUHAP.

 

Menurut dia keseimbangan sudah diatur hak jaksa yakni kasasi. Sedangkan PK merupakan hak terpidana dan ahli waris. “Kasasi itu wilayahnya jaksa, PK wilayahnya terpidana dan ahli waris. Ahli bilang untuk pemerasan bukan perintah UU, pasal 12 huruf e harus dibawa ke pengadilan, ahli bilang begitu, ahli yang diajukan pemohon,” pungkasnya.

Tags: