Sibuknya Bang Thoyib di Kantor Ci Luk Ba
LIPUTAN KHUSUS

Sibuknya Bang Thoyib di Kantor Ci Luk Ba

Mulai melakukan audit kinerja hakim, pegawai pengadilan, menelusuri pengaduan masyarakat, memeriksa keuangan pengadilan dan temuan BPK di 915 satuan kerja di seluruh Indonesia.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Kesibukan itu acapkali dialami oleh hakim pengawas. Kepala Bawas Nugroho Setiadji memiliki pengalaman tersebut. Hal itu lantaran Bawas memiliki segudang tugas. Tak saja menindaklanjuti laporan aduan masyarakat, Bawas pun mesti melakukan pemeriksaan terhadap kepegawaian di pengadilan. Selain itu, Bawas melakukan pemeriksaan keuangan di seluruh pengadilan di Indonesia dan hasil temuan BPK, hingga audit kinerja dan integritas pengadilan. Bukan jumlah yang sedikit, pengadilan di seluruh Indonesia yang mesti diawasi sebanyak ratusan di seluruh pelosok Indonesia. Bahkan, bukanlah perkara mudah melakukan pengawasan dengan jumlah personil yang minim. Nugroho mengatakan total hakim tinggi pengawas berjumlah 41 orang. Ia berharap ke depan mendapatkan tambahan hakim tinggi pengawas sebanyak 30 orang, meskipun anggaran minim. Mudah-mudahan saya prediksi 20 orang untuk hakim yustisia,” ujarnya kepada hukumonline, Jumat (12/8). (Baca juga: Cerita Strategi ’Makelar Mobil’ Memergoki Hakim Nakal)Melihat beban kerja wilayah yang sedemikian luas tidak berbanding dengan jumlah personil, mengharuskan hakim pengawas kian sibuk. Bahkan, jarang pulang berkumpul dengan keluarga. Kendati demikian, hakim pengawas yang notabene rata-rata berusia di atas 55 tahun masih memiliki semangat yang tinggi menjalankan tugas. “Tapi kemudian tidak pulang, seperti lagunya Bang Toyib tidak pulang-pulang,” ujarnya.Hakim pengawas cenderung jarang menginjakan kaki di kantor Bawas di bilangan Ahmad Yani Jakarta Pusat. Nugroho menceritakan hakim pengawas melaksanakan tugas dalam kurun waktu 5 hari untuk turun ke daerah yang dikunjungi. Tim yang berjumlah 4 orang hakim terbang khusus penanganan non kasus. Misalnya pemeriksaan audit kinerja, keuangan, integritas, dan kepegawaian. Namun khusus tim yang berangkat dalam penangangan sebuah kasus yang berasal dari pengadulan masyarakat berjumlah 5 orang. Selama 5 hari, tugas tersebut mesti sudah rampung ketika kembali ke Jakarta. Sayangnya, setelah menyelesaikan satu tugas di daerah, mesti melanjutkan tugas di daerah yang lain. “Sabtu pulang, Minggu berangkat lagi,” katanya.Wakil Ketua MA Bidang Yudisial HM Syarifudin punya pengalaman ketika masih menjabat Kepala Bawas periode 2008-2013. Kala itu 2010, Syarifudin sedang berada di Makassar menghadiri kegiatan Bawas. Telepon genggamnya berdering. Terbelalak, nomor Ketua MA Hatta Ali tertera di telepon genggamnya. Padahal, Syarifudin baru sampai di Makassar menghadiri acara pelatihan Bawas.  (Baca juga: Mandi Keringat di Badan Segala Urusan)Mendapat perintah dari Hatta Ali, malam itu Syarifudin meluncur ke Jakarta. Sesampai di kantor, Syarifudin menggelar rapat bersama Hatta Ali dan rekan lainnya mengatur strategi untuk mendapatkan barang bukti terhadap hakim yang berkasus. Sebagai Kepala Bawas kala itu, Syarifudin terbilang sigap. Setelah itu, Syarifudin pun menghubungi tim yang berada di Yogyakarta. Pasalnya bukti sebuah kendaraan camry berada di kota Gudeg disembunyikan oleh pelaku yang notabene seorang hakim. Walhasil, dengan siasat dan strategi, bukti kendaraan berhasil di dapat.Hatta Ali membenarkan. Kala itu ia sedang membaca sebuah harian surat kabar. Mendapat informasi terkait kasus oknum hakim nakal, Hatta menghubungi Syarifudin. Ia khawatir bila terlalu lama penanganannya bakal sulit mencari barang bukti. Bahkan Hatta khawatir aparat bakal ‘masuk angin’. “Saya suruh pulang (Syarifudin, red) ke Jakarta. Pelatihan (di Makassar, red) itu nomor dua, ini utama,” ujarnya.Bawas, orang menyebut badan segala urusan. Mulai persoalan keuangan pengadilan, audit kinerja hakim, menindaklanjuti pengaduan masyarakat, hingga persoalan perselingkuhan hakim menjadi pekerjaan pengawasan internal hakim. Masuk menjadi orang pengawasan, Hatta mulai membenahi administrasi. “Karena kalau mencari surat tidak ketemu,” selorohnya.Sebagai orang yang pernah menjadi bagian dari Operasi Tertib (Opstib) di era Orde Baru, Hatta berupaya menyegarkan kembali pengalaman yang diperolehnya ke pengawasan kehakiman. Ia yakin, dengan segala keteratasan, Bawas mampu melewati semua rintangan yang dihadapinya. Beragam tugas Bawas mengharuskan hakim pengawas jarang berada di tengah keluarga.  (Baca juga: Yang Terlahir dari Nafas Reformasi di Tengah Kemelut Mahkamah)
Hukumonline.com
sumber: Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2015

Ratusan pengadilanMelakukan pengawasan terhadap 915 pengadilan di seluruh pelosok wilayah Indonesia dengan jumlah hakim pengawas yang minim adalah sesuatu yang tidak mudah. Dari 915 pengadilan di seluruh Indonesia, dalam satu tahun Bawas hanya mampu melakukan pengawasan dengan mengunjungi 100 pengadilan. Selain terbatasnya sumber daya manusia di Bawas, anggaran menjadi salah satu kendala.Sedangkan sisa 800 pengadilan, mampu dikunjungi selama kurun waktu 8 tahun. Sekedar diketahui, pengadilan yang diawasi tak saja peradilan umum. Namun juga pengadilan agama, tata usaha negara dan militer. Empat bidang peradilan itu menjadi pekerjaan berat Bawas yang mesti diawasi. “Itu semua  pengadilan dari tingkat pertama sampai banding di empat lingkungan pengadilan,” kata Nugroho.Namun begitu, Bawas terus melakukan inovasi agar terus terjadi pemerataan kunjungan. Nugroho pernah berkunjung ke Marauke, bumi Cenderawasih Papua. Ia prihatin dengan pengadilan di Marauke. Sebab jumlah hakim di pengadilan Merauke terbilang minim. Hal itu buntut selama 5 tahun tidak melakukan proses rekruitmen calon hakim. “Maka kosong hakim. kami beharap rekruitmen hakim segera ada,” katanya. (Ikuti ISU HANGAT: Menapaki Sunyinya Jalan Hakim Pengawasan)Semangat menggeloraSegudang tugas negara yang diamanahi konstitusi menjadi pekerjaan yang mesti dijalani tanpa mengeluh. Rata-rata, hakim pengawas berusia di atas 55 tahun. Namun semangat bekerja melakukan pengawasan terhadap ratusan pengadilan terus menggelora, meski dengan segala keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran.“Saya salut, karena rekan-rekan saya di Bawas itu semangatnya tinggi,” kata Nugroho.Semangat, tak saja berkeinginan membenahi pengadilan dan dunia peradilan, namun terkadang mereka melupakan kesehatannya. Menurut Nugroho, terdapat hakim pengawas yang terus bertugas mengunjungi beberapa pengadilan di berbagai daerah, selama satu bulan. Akibatnya, hakim tersebut jarang pulang alias bang toyib.“Kemudian yang saya prihatin, sampai ada yang sakit da harus diopname  di daerah tempat melaksanakan tugas. Bahkan sampai ada sakit berat  yaitu jantung masuk ICU dirawat,” katanya.Meski demikian, para hakim pengawasan  terus bekerja demi menjaga agar pengadil dapat berintegritas dalam menjalankan tugasnya sebagai pengadil. Sayangnya, masih terdapat oknum hakim nakal yang melakukan perbutan tercela. Nugroho mengakui kerja lembaga yang dipimpinnya masih terdapat kekurangan satu dan lain hal. ‘kami harus mencover sekian dengan sangat terbatas personil dan anggaran,” ujar mantan Ketua Pengadilan Negeri Sidanreng Rappang  itu.Hakim pengawas tidak disukai“Ingat, Tim Bawas  ini kalau datang ke daerah ini paling tidak disukai” ujar Nugroho. Hakim pengawas kerap resistensi dengan hakim di daerah. Kedatangan hakim pengawas bak musuh yang perlu diantisipasi. Padahal, kedatangan hakim pengawas dalam rangka membantu pengadilan agar menjadi lebih baik. Terlebih, hakim pengawasan merupakan kepanjangan tangan dari pimpinan MA. Kedatangan hakim pengawas ke pengadilan di daerah misalnya, cenderung dicurigai oleh warga pengadilan. Mereka cenderung memiliki pikiran negatif, seolah ingin mencari kesalahan. Nugroho mengatakan suara miring dan minor terhadap kedatangan tim Bawas adalah hal biasa yang dihadapi.Seiring berjalannya waktu, Bawas dapat mengkomunikasikan tugasnya ke pengadilan di tingkat bawah. Yakni, tugas Bawas mendukung dan memperbaiki kinerja pengadilan, termasuk kinerja hakim sebagai pengadil bagi masyarakat pencari keadialan. “Akhirnya mereka bilang kalau Bawas datang tidak usah repot,” ujarnya.Lain Nugroho, lain pula mantan Ketua Muda Bidang Pengawasan MA Hatta Ali. Pria yang kini menjadi Ketua MA itu mengaku tak ambil pusing dengan resistensi hakim. Menurutnya tak ada yang protes dengan langkahnya menjalankan tugas pengawasan sepanjang mampu menunjukan bukti akurat. “Kalau ditunjukan bukti yang kuat dia gak bisa ngomong,” pungkas mantan Ketua Pengadilan Sabang Aceh itu.

Menanggapi kinerja para hakim pengawas ini, Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Astriyani mengatakan Badan Pengawasan MA masih memiliki masalah dalam melaksanakan fungsi pengawasannya di daerah. Mengapa? Sebab para hakim pengawas tak memiliki "kaki" di tingkat bawah yang memungkinkan adanya percepatan tindakan pencegahan maupun penindakan agar lebih efisien. Akibatnya nyaris semua kegiatan pengawasan terutama investigasi berasal dari pusat dengan jumlah sumberdaya yang terbatas.

"Jadi sebenarnya masih bisa lebih banyak lagi pelanggaran yang ditindak oleh Bawas jika secara struktur organisasi dan Sumberdaya yang memadai," katanya.
Cerita sibuknya para “Bang Thoyib” ini memang cukup mencengangkan. Tumpukan urasan kerap dianggap sebuah tantangan. Makanya, semua nampak bersemangat, baik hakim muda maupun yang sudah renta. “Saking semangatnya, kantor lebih sering kosong, tak heran lantai 8 Gedung Bersama Satu Atap Mahkamah Agung, sering dijuluki Kantor Ci Luk Ba,” kata Nugroho sembari terbahak.

Tags:

Berita Terkait