Skor Indeks Negara Hukum Indonesia 2023 Stagnasi, Rapor Masih Merah
Terbaru

Skor Indeks Negara Hukum Indonesia 2023 Stagnasi, Rapor Masih Merah

Praktik KKN, penyalahgunaan kewenangan, serta pelanggaran etik merebak di berbagai institusi hukum. Sementara proses penyusunan peraturan kerap dilakukan secara tertutup.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Pria yang pernah menjabat Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 itu menjelaskan, mayoritas faktor atau isu yang dinilai dalam indeks ini tak banyak berubah dalam kurun waktu 2022-2023. Secara kumulatif faktor/isu yang menyandang nilai ‘hijau’ hanya yang terkait ‘ketertiban dan keamanan’ dengan nilai 0,71. Kemudian ‘pembatasan kekuasaan pemerintah’ nilainya 0,66 dan sisanya di bawah nilai 0,58. Nilai yang perubahannya relatif besar yakni faktor/isu mengenai peradilan pidana dan kebebasan dasar.

Ada peningkatan 0,3 poin terkait efektifitas peradilan pidana. Contohnya, peningkatan nilai atas kinerja (kompetensi dan kecepatan kerja) penuntutan dan pengadilan. Peningkatan ini menurut Syarif kemungkinan didorong oleh perbaikan kinerja, khususnya kejaksaan, dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar. Peningkatan juga terjadi soal efektivitas sistem pemasyarakatan efektif dalam mengurangi perilaku kriminal dan ‘pemenuhan proses hukum dan hak-hak terdakwa.’

Terkait peradilan perdata ada peningkatan skor 0,2 yang berhubungan dengan kemudahan dalam mengakses peradilan perdata. Peningkatan ini terkait penggunaan ‘e-court’ yang didorong MA sehingga mengurangi kebutuhan pencari keadilan untuk datang ke pengadilan dalam proses peradilan perdata.

Imparsialitas

Direktur Program Keadilan, Demokrasi dan Tata Pemerintahan Kemitraan, Rifqi S Assegaf mengatakan, satu-satunya penurunan pada faktor/isu peradilan yakni soal imparsialitas peradilan pidana, penurunannya 0.2 (dari 0.28 menjadi 0.26). Faktor tersebut mengukur netralitas polisi dan hakim dalam menjalankan tugasnya, termasuk ada/tidaknya diskriminasi tehradap tersangka/terdakwa, baik karena status sosial, gender, dan lainnya.

“Penurunan penilaian terkait imparsialitas polisi dan hakim diduga dipengaruhi beberapa kasus korupsi yang melibatkan hakim agung dan pegawai pengadilan, serta kasus korupsi, kekerasan dan penyalahgunaan kewenangan lain oleh oknum petinggi Polri beberapa waktu belakangan,” urainya.

Rifqi melanjutkan, perubahan skor terlihat pula pada faktor/isu terkait hak dasar (HAM). Terjadi penurunan skor sebesar 0.2 terkait sub-faktor ‘Hak atas hidup dan keamanan pribadi terjamin secara efektif” dari 0.50 menjadi 0.48. Sub-faktor ini mengukur praktik kekerasan oleh polisi terhadap tersangka serta ancaman (hukum dan non hukum) atau kekerasan bagi jurnalis atau mereka yang memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintah.

“Penurunan nilai terkait jaminan atas hak hidup dan keamanan ini kemungkinan besar terjadi karena makin maraknya ancaman dan kriminasisai bagi aktivis dan pejuang HAM, sebagaimana terlihat, antara lain, dari proses hukum terhadap Haris dan Fathia serta Rocky Gerung”, imbuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait