Surati PPK, BKN Minta ASN Tersangka OTT Diberhentikan Sementara
Berita

Surati PPK, BKN Minta ASN Tersangka OTT Diberhentikan Sementara

BKN menindaklanjuti temuan KPK dan Ditreskrimsus Polda Sumut dalam OTT Gubernur Kepri dan Bendahara Pengeluaran BPKD Kota Pematangsiantar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Didominasi Pelanggaran Izin Kawin, 41 PNS Diberhentikan)

 

Melalui surat tersebut BKN mengingatkan kepada Gubernur Riau sebagai PPK, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dilarang melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai PPK.

 

“Pemberhentian sementara bagi ASN tersangka terpidana ini menjadi rangkaian penegakan reformasi birokrasi yang telah bergulir selama ini,” bunyi surat tersebut.

 

Kepala BKN meminta kepada Walikota Pematangsiantar dan Plt. Gubernur Kepri untuk memperhatikan hak PNS yang diberhentikan sementara, dengan memberikan uang pemberhentian sementara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topo Husodo, mengaku belum membaca isi surat dari BKN yang ditujukan kepada PPK tersebut. Namun menurutnya, PNS yang terjerat OTT dan berstatus sebagai tersangka sudah selayaknya diberhentikan sementara. Hingga putusan pengadilan bersifat inkrah, PNS wajib dicopot dari jabatannya dengan secara tidak hormat.

 

“Nah saya belum tahu persis soal surat edaran dari BKN itu, apakah ini hanya untuk perkara-perkara korupsi yang dijerat dalam mekanisme OTT atau kelanjutan dari berbagai macam masalah yang dihadapi dalam konteks banyaknya terpidana kasus korupsi yang berlatar belakang PNS, tapi tetap bisa bekerja di lembaga pemerintah. Ini memang sudah cukup lama, upaya hukum untuk memecat dengan tidak hormat ini tidak dilakukan oleh sebagian aparat pemerintah yang terjadi di pusat dan di daerah,” katanya kepada hukumonline, Kamis (18/7).

 

Di sisi lain, dia mempertanyakan keberlanjutan tindakan yang dilakukan kementerian/lembaga terhadap PNS yang tidak terbukti melakukan korupsi, namun berada di lokasi saat proses OTT terjadi. Adnan berpendapat, meskipun dinyatakan tak terbukti terlibat, PNS yang bersangkutan seharusnya mendapatkan pemeriksaan lanjutan dari kementerian/lembaga, untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran etik yang terjadi dalam kasus OTT tersebut.

 

“Tapi hemat saya walaupun ada PNS yang dalam sebuah transaksi dia dijerat di OTT oleh KPK meskipun tidak tertangkap, tentu yang harus dilakukan adalah pemeriksaan yang bersangkutan dengan pelanggaran kode etik. Sehingga orang-orang seperti itu tetap dikenakan sanksi meksipun tidak dijerat dengan pidana,” tambahnya.

 

Sejauh ini, Adnan belum melihat adanya mekanisme internal dalam lembaga pemerintah untuk memeriksa kemungkinan pelanggaran kode etik yang mungkin dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.

 

Tags:

Berita Terkait