Survei TI Indonesia: 10 Persoalan Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Pengadilan
Terbaru

Survei TI Indonesia: 10 Persoalan Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Pengadilan

Menjadi fakta bahwa agenda pembaruan peradilan masih jauh dari harapan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

Kelima, pengambilan putusan diyakini sebagai tahapan yang paling berpeluang besar terjadi praktik korupsi. Wilayah diskresi putusan hakim, administrasi perkara, serta penetapan majelis hakim, putusan dan eksekusi dipersepsikan paling banyak memiliki redflag.

Keenam, semua pihak di lembaga pengadilan berpeluang melakukan korupsi. Menurut responden, di antara semua petugas pengadilan, hakim dinilai paling besar peluangnya untuk melakukan korupsi.

Ketujuh, pengadilan masih dipercaya oleh responden sebagai pihak yang mampu mengambil keputusan secara adil. Semakin muda generasi, penilaiannya semakin positif.

Delapan, mayoritas layanan informasi pengadilan belum diketahui masyarakat. Namun mereka yang pernah mengakses menilai puas.

Kesembilan, mayoritas responden berharap agar layanan pengadilan di Indonesia semakin adil dan tanpa rekayasa.

Kesepuluh, terdapat dua rekomendasi prioritas untuk peningkatan kepercayaan publik terhadap pengadilan, yaitu penguatan integritas personel dan penguatan peran masyarakat sipil dalam agenda-agenda reformasi peradilan.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus TII, Felia Salim menyatakan untuk mendukung terwujudnya visi “Mewujudkan Badan Peradilan yang Agung” dari Mahkamah Agung, Transparency International Indonesia melalui studinya terbukti memberikan sejumlah temuan penting yang harus menjadi perhatian bersama.

“Sejumlah temuan ini seyogyanya dapat menjadi refleksi kita bersama, di titik mana kita telah berhasil dan di titik mana kita perlu bekerja lebih keras,” jelas Felia.

Survei yang dilakukan TI Indonesia bersama Litbang Kompas pada bulan September hingga Oktober 2022 terhadap 1.200 responden ini terbukti memberikan sejumlah temuan penting.

Tags:

Berita Terkait