Swasta Diminta Terlibat Biayai Infrastruktur
Berita

Swasta Diminta Terlibat Biayai Infrastruktur

Lantaran APBN tak sanggup membiayai. Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesejahteraan serta mengentaskan kemiskinan.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Acara Infrastructure Summit 2019 bertema Empowering University for Continuous PPP Infrastructure Development in Regional Government. Foto: HMQ
Acara Infrastructure Summit 2019 bertema Empowering University for Continuous PPP Infrastructure Development in Regional Government. Foto: HMQ

Keterbatasan dana APBN acapkali menjadi kendala dalam penyediaan infrastruktur hingga mengharuskan pemerintah mencari mekanisme lain agar infrastruktur dapat tetap terbangun sekalipun dengan keterbatasan anggaran yang ditetapkan dalam RPJMN.

 

Skema public private partnership (PPP) atau kini dikenal juga dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang diatur melalui Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, menjadi alternatif pemerintah dalam percepatan penyediaan infrastuktur.

 

Dalam rangka mengkaji aspek KPBU serta menggandeng keterlibatan elit Perguruan Tinggi yang sebaran alumninya telah masuk dalam lingkup strategis korporasi swasta untuk melakukan kerja nyata dalam memecahkan persoalan pembangunan, Universitas Padjajaran bekerjasama dengan University Network Indonesia Infrastructure Development (UNIID) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) menggelar Infrastructure Summit 2019, pada Jumat, (26/4). Kegiatan bertema Empowering University for Continuous PPP Infrastructure Development in Regional Government tersebut, turut dihadiri oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

 

Dalam kesempatan itu, Sri menyampaikan bahwa Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesejahteraan serta mengentaskan kemiskinan. Untuk itu, ia mengatakan APBN akan tetap dijaga untuk membelanjai bidang-bidang krusial untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. Kini, bahkan disebutnya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah di atas 5%.

 

“Pembangunan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia menjadi fokus penting,” tukasnya.

 

Senada dengan Sri, Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto menyebut Infrastruktur akan meningkatkan competitiveness dari investasi, itulah yang membuatnya menjadi penting. Namun mindset pembangunan infrastruktur yang sangat terpaku dan mengandalkan APBN dan APBD harus segera di reverse (diubah) menjadi skema yang melibatkan pihak swasta (government to business/g to b atau KPBU).

 

“Dengan masuknya swasta, APBN juga akan memperoleh income dan outcome,” katanya.

 

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Mochammad Basuki Hadi Muljono mengungkapkan proyeksi untuk pembangunan infrastruktur sampai 5 (lima) tahun ke depan, setidaknya dibutuhkan dana sebesar Rp 2058 triliun. Sedangkan, katanya, kemampuan APBN diperkirakan hanya mampu menanggung sebesar Rp 620 juta triliun atau hanya sekitar 30% saja dari kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

 

“Lalu 70% nya lagi dari mana? Sisanya itu lah yang dibiayai melalui anggaran non-apbn yang salah satunya melalui KPBU,” tukasnya.

 

(Baca: PP 24/2019, Insentif dan Kemudahan Investasi untuk Usaha Mikro)

 

Lebih lanjut, Direktur Pengelolan Risiko Keuangan Negara, Brahmantio Isdijoso, menerangkan untuk mengatasi gap financing yang dihasilkan karena ketidaksanggupan APBN maupun APBD, setidaknya ada beberapa cara lain yang selama ini telah dilakukan. Pilihan utamanya, katanya, menggunakan skema KPBU mengingat KPBU sangat sedikit sekali membebani anggaran pemerintah.

 

Pada prinsipnya, dalam KPBU pemerintah memberikan komitmen kepada pihak swasta yang mau mengembangkan, merencanakan dan mengoperasikan proyek infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah akan memastikan bahwa pihak swasta itu akan mendapatkan return yang wajar dan diprakarsai melalui perjanjian yang berbasiskan alokasi risiko.

 

“Itulah yang diupayakan dan sudah berjalan, harapannya itu bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda),” ungkapnya.

 

Brahmantio mencontohkan, Pemda butuh bikin Rumah Sakit misalnya, maka swasta yang akan membangun dan mengoperasikan utilitynya, sehingga kebutuhan air, listrik, peralatan, lift dan sebagainya dapat terpenuhi dan beroperasi. Di situ, Pemda bisa membayar secara cicilan kepada pihak swasta misalnya dalam waktu 10 atau 15 tahun ke depan. Persoalannya tinggal memastikan adakah bagian dari APBD yang bisa digunakan untuk membayar cicilan tersebut.

 

“Harapannya KPBU ini bisa membantu untuk daerah-daerah yang kapasitas fiskalnya tidak terlalu baik,” ujarnya.

 

Selain skema KPBU, skema penugasan BUMN juga kerap dijadikan alternative oleh pemerintah. Dalam hal ini, hal yang paling ingin dikejar pemerintah adalah kecepatan pembangunan. Sehingga, begitu proses penunjukan BUMN dilakukan, maka BUMN bisa langsung melakukan pekerjaan pembangunan tanpa melalui proses procurement yang rumit. Implikasinya, katanya, pemerintah memang tak mengeluarkan dana yang begitu besar. Akan tetapi, dari dana akan dikeluarkan dari sisi lain yakni pembiayaan.

 

“Jadi penugasan BUMN itu tidak akan menambah deficit, yang ada pemberian tambahan equity,” tukasnya.

 

Ia mencontohkan, untuk BUMN yang diberikan tambahan equity Rp1 triliun, asumsinya BUMN tersebut bisa mengerjakan proyek yang besarnya Rp4 triliun. Jadi, Rp3 triliun lagi didapatkan oleh BUMN melalui pinjaman. Agar bunga serta terms and conditionnya sesuai dengan kondisi keuangan proyeknya, jelasnya, maka pinjaman tersebut diberikan penjaminan oleh pemerintah.

 

Terakhir, skema yang digunakan adalah blendid finance (BF). BF ini disebut Brahmantio sebagai suatu hal yang baru. Yang ingin dikejar pemerintah dalam skema BF, yakni sebuah skema financing yang fleksibel karena bisa menginkorporasi secara bersama-sama baik itu dana dari publik, pinjaman luar negeri atau lenders seperti G to B, pinjaman korporasi atau dana dari filantropi (orang-orang kaya).

 

Untuk filantropi, lantaran dananya tak memungkinkan untuk diterima dalam APBN, maka Kemenkeu memberikan tugas kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang merupakan salah satu special mission vehicle Kemenkeu untuk menjadi semacam agen, sehingga 4 komponen itu bisa dikelola dan digabungkan dengan baik untuk memberikan layanan infrastruktur kemasyarakatan yang memadai.

 

Tags:

Berita Terkait