Syarat Kepemilikan Pesawat Jamin Keselamatan Penerbangan
Berita

Syarat Kepemilikan Pesawat Jamin Keselamatan Penerbangan

Ketentuan itu merupakan open legal policy pembentuk undang-undang yang tidak bertentangan dengan UUD 1945.

ASH
Bacaan 2 Menit
Mualimin Abdi. Foto: RES
Mualimin Abdi. Foto: RES
Syarat modal besar bagi pelaku bisnis usaha penerbangan dengan minimal kepemilikan lima pesawat dianggap lebih menjamin terciptanya penerbangan dengan keselamatan dan keamanan yang optimal. Sebab, dengan jaminan keselamatan dan keamanan tersebut, pengusaha dapat membangun penerbangan yang kuat di tataran nasional hingga global.

Pandangan ini disampaikan pemerintah saat memberi keterangan dalam sidang pengujian Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang dimohonkan PNS Kementerian Perhubungan Sigit Sudarmaji di ruang sidang MK, Selasa (14/4).

Pasal yang berisi aturan minimum kepemilikan 5 pesawat dan 5 penguasaan pesawat udara dinilai diskriminatif karena hanya pelaku penerbangan dengan modal besar saja yang bisa berinvestasi. Aturan ini dituding bisa mematikan pelaku bisnis angkutan udara bermodal kecil.

Seperti dituturkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkumham Mualimin Abdi, filosofi UU Penerbangan diyakini lebih baik memiliki sedikit perusahaan penerbangan. Namun, tetapi kuat bersaing pada tataran nasional hingga global daripada banyak perusahaan penerbangan, tetapi lemah dan tidak mampu bersaing. Dengan perusahaan penerbangan yang jumlahnya sedikit diharapkan mampu menciptakan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal.

“Ini (filosofi penerbangan) tidak dilandasi pada kepentingan individu dan jangka pendek guna mendapatkan keuntungan semata,” ujar Mualimin dalam keterangannya dalam persidangan yang diketuai Arief Hidayat di ruang sidang MK, Selasa (14/4).

Mualimin berharap demi tercipta keselamatan dan keamanan yang optimal dalam bisnis penerbangan membuat pelaku bisnis penerbangan harus memenuhi persyaratan yang ketat saat akan memulai bisnis usaha ini. Syarat tersebut diantaranya modal yang cukup, kepemilikan saham mayoritas tunggal, jaminan bank, personil yang profesional, dan memiliki serta menguasai pesawat udara yang memadai. 

Ditegaskan Mualimin pelaku bisnis penerbangan memang harus memiliki modal yang kuat. Berkaca pada kecelakaan pesawat Adam Air pada 1 Januari 2007, para kreditur menagih piutang Adam Air. Utang itu diantaranya terdiri dari gaji pegawai, asuransi, bahan bakar, biaya pendaratan, biaya pelayanan navigasi penerbangan, parkir pesawat udara, biaya perawatan gedung, gudang, perkantoran, pengembalian tiket, utang ke BRI, dan lain-lain.

“Seluruh aset Adam Air yang ada ternyata lebih besar dibanding dengan hutang yang ada akibat kecelakaan yang dialaminya. Sehingga batas jumlah minimum kepemilikan dan penguasaan pesawat untuk perusahaan angkutan udara niaga berjadwal untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan,” tegasnya.

Mantan Direktur Litigasi Kemenkumham itu membantah argumentasi pemohon yang menilai aturan batas kepemilikan pesawat bersifat diskriminatif. Dia merujuk UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdapat batasan diskriminasi. Pengertian diskriminasi yaitu setiap pembatasan, pelecehan langsung atau tidak langsung berdasarkan pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, kelompok, status sosial, ekonomi, jenis kelamin, dan bahasa. Pembatasan ini berakibat pada pengurangan hak asasi manusia dan kebebasan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan aspek kehidupan lainnya. 

Atas dasar itu, menurutnya aturan ini tidak diskriminatif dan tetap memberikan peluang pada pemohon untuk melakukan bisnis penerbangan. Kalaupun pemohon tidak bisa memenuhi syarat perusahaan penerbangan niaga berjadwal dengan minimal 10 pesawat karena hanya memerlukan dua unit, maka pemohon bisa melakukan bisnis penerbangan niaga tidak berjadwal. 

“Ketentuan Pasal Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Penerbangan tidak diskriminatif terhadap setiap orang yang ingin berusaha di bidang usaha penerbangan. Lagipula pula, ketentuan itu merupakan open legal policy pembentuk undang-undang yang tidak bertentangan dengan UUD 1945.”   

Sebelumnya, PNS Kemenhub, Sigit Sumardji mempersoalkan Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Penerbangan. Pemohon yang berniat terjun di dunia penerbangan dengan modal terbatas ini menganggap ketentuan jumlah kepemilikan dan penguasaan minimum 5  pesawat udara ini bersifat diskriminatif bagi pengusaha yang hendak berbisnis penerbangan bermodal kecil. Dari sekitar 40 pelaku penerbangan kecil, sebanyak 27 pelaku usaha penerbangan kecil terancam ditutup atau kalau tidak harus menambah jumlah pesawat. 

Dia beralasan hanya pelaku usaha penerbangan bermodal besar saja yang bisa masuk ke bisnis penerbangan ini yang berakibat mematikan pelaku bisnis angkutan udara bermodal kecil. Terlebih, adanya keberadaan maskapai penerbangan asing yang tidak terikat dengan pasal itu. Sebab penerbangan asing telah disertifikasi masing-masing otoritasnya. Aturan itu juga membedakan perlakuan pelaku usaha penerbangan dengan pelaku usaha pelayaran yang tidak mengatur jumlah minimum kepemilikan dan penguasaan kapal. Karena itu, pemohon minta MK menghapus pasal-pasal itu.
Tags:

Berita Terkait