Tak Pandang Asal Organisasi, Kode Etik Berlaku untuk Seluruh Advokat
Utama

Tak Pandang Asal Organisasi, Kode Etik Berlaku untuk Seluruh Advokat

Calon advokat diingatkan bahwa kode etik advokat tak hanya dibaca saat mengikuti PKPA, namun harus dibaca berulang-ulang agar bisa menjiwai maksud dan tujuan dari kode etik tersebut.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat PERADI, Said Damanik. Foto: HOL
Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat PERADI, Said Damanik. Foto: HOL

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) bersama Hukumonline dan Fakultas Hukum Universitas Yarsi kembali menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Online Class melalui platform Zoom Cloud pada 6 Desember – 21 Desember 2022. Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat PERADI Said Damanik dan Ketua Bidang Kajian Hukum & Perundang-undangan DPN PERADI Nikolas Simanjuntak hadir sebagai pengisi materi terkait kode etik advokat.

Dalam paparannya, Said menjelaskan bahwa kode etik advokat berlaku untuk seluruh advokat yang tergabung di berbagai organisasi advokat dan menjadi hukum tertinggi yang wajib dipatuhi oleh advokat seluruh Indonesia. Selain itu, kode etik advokat juga mewajibkan advokat untuk tulis dan ikhlas menjalankan peranannya sebagai penegak hukum.

“Semua advokat harus bekerja dengan tulus dan ikhlas. Kalau soal dapat imbalan itu soal berikutnya. Orang tidak mampu secara ekonomi jangan diminta biaya yang besar. Advokat yang mengurus klien dengan cuma-cuma harus diperlakukan sama dengan klien yang berbayar, harus bertanggung jawab, ikhlas dan sebagainya,” kata Said dalam PKPA hari pertama, Selasa (6/12).

Baca Juga:

Kemudian Said mengingatkan antar advokat harus saling menghormati dan menghargai sebagaimana diatur dalam kode etik advokat. Para advokat dilarang untuk saling menghina dan menjatuhkan teman sejawat. Jika ada rekan advokat yang melanggar kode etik, maka dapat dilaporkan ke Dewan Kehormatan, bukan saling menjatuhkan.

amun yang terpenting adalah kode etik advokat tak hanya dibaca saat mengikuti PKPA saja, namun harus dibaca berkali-kali agar bisa menjiwai maksud dan tujuan dari kode etik tersebut.

Nikolas Simanjuntak menambahkan bahwa pada dasarnya advokat berhak menolak memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum. Namun penolakan tersebut harus mempertimbangkan hati nurani dan tidak sesuai keahliannya berdasarkan Pasal 3 kode etik advokat Indonesia terkait kepribadian advokat.

“Tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya,” tambahnya.

Kemudian kode etik advokat Indonesia turut mengatur tata cara pengaduan advokat yang dianggap melanggar kode etik. Hal tersebut tercantum di dalam Pasal 12 dimana pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.

Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat. Jika pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang/Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.

Dan jika pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah. 

Nikolas mengatakan, terhitung sejak Januari 2017 DPN Peradi telah mengeksekusi hukuman terhadap 108 advokat yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht,

Dari total 108 kasus tersebut, sebanyak 12 advokat dipecat karena melanggar kode etik. Selain itu Peradi juga memberhentikan sementara 66 advokat, 22 advokat menerima peringatan keras dan 8 advokat menerima peringatan biasa. Eksekusi hukuman 108 advokat itu mulai dari Januari 2017 menindaklanjuti Putusan Dewan Kehormatan Peradi serta untuk menjaga Etika dan Kehormatan Profesi Advokat Peradi.

Tags:

Berita Terkait