Talasemia Mayor dan Tindakan Penghentian Kehamilan, Sebuah Dilema
Kolom

Talasemia Mayor dan Tindakan Penghentian Kehamilan, Sebuah Dilema

Dilematis antara etika dan hukum dalam profesi dokter, merupakan suatu hal yang terus terjadi hingga saat ini, tak lekang oleh waktu.

Bacaan 7 Menit

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, saat ini rasio dokter per 1.000 penduduk di Indonesia mencapai 0,4. Kondisi ini masih jauh dari rasio di negara-negara Asia yang reratanya mencapai 1,2 per 1000 penduduk dan negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dengan 3,2 dokter tersedia untuk tiap 1.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia memiliki rerata 1,18 tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk, sementara rerata di negara-negara Asia memiliki rasio 3,3 tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk, rerata negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mencapai 4,8 tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk.

Dari sekitar 27.700 fasilitas kesehatan primer yang ada di Indonesia, sebanyak 22.764 fasilitas kesehatan primer telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan pada Juli 2021, dan terdapat 23.430 fasilitas kesehatan primer yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di akhir tahun 2021. Total jumlah Puskesmas di Indonesia sampai dengan bulan Desember 2019 adalah 10.134 Puskesmas, terdiri dari 6.086 Puskesmas rawat inap dan 4.048 Puskesmas non rawat inap. Rerata dalam tiap tahun, jumlah Puskesmas bertambah 70 Puskesmas.

Rasio Puskesmas berbanding kecamatan pada tahun 2019 secara nasional adalah 1,4. Artinya, rata-rata dalam 10 kecamatan terdapat 14 Puskesmas. Namun, 16 dari 34 provinsi memiliki rasio di bawah rerata nasional. Rasio Puskesmas per kecamatan di Provinsi DKI Jakarta 7,16 sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki tantangan geografis yang sulit untuk dijangkau, akses informasi yang amat terbatas, rendahnya infrastruktur dasar, serta keterbatasan sumber daya lainnya dan isu sosial ekonomi. Demikian pula Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan wilayah pedalaman dengan keterbatasan sarana dan prasarana termasuk listrik, air, hingga ketersediaan obat-obatan. Ada 118 kecamatan di Propinsi Papua, 44 Kecamatan di Propinsi Papua Barat, 4 Kecamatan di Provinsi Sumatera Selatan, 3 Kecamatan di Propinsi Kalimantan Utara, 2 Kecamatan di Provinsi Sulawesi Utara, dan masing-masing 1 Kecamatan di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Sulawesi Tengah yang tidak memiliki Puskesmas. Dari 7.252 kecamatan di seluruh Indonesia, masih ada 171 kecamatan yang belum memiliki Puskesmas.

  1. Implementasi Hukum yang Menimbulkan Dilema

Pasal 75-77 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), pada intinya mengatur mengenai tindakan penghentian kehamilan atau aborsi. Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan tindakan penghentian kehamilan atau aborsi. Hal ini dinyatakan secara tegas di dalam Pasal 75 UU Kesehatan. Namun, dalam beberapa hal, tindakan penghentian kehamilan atau aborsi diperkenankan. Salah satunya adalah apabila terdapat indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Ketentuan ini dipertegas di dalam Pasal 32 (b) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (PP Kesehatan Reproduksi) yang pada dasarnya menyatakan bahwa salah satu kriteria untuk menentukan indikasi kedaruratan medis adalah kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Talasemia mayor merupakan manifestasi klinis talasemia yang paling berat. Penderita talasemia mayor membutuhkan transfusi darah pada rentang usia 6-24 bulan dan berkelanjutan sampai seumur hidupnya. Apakah talasemia mayor merupakan salah satu indikasi kedaruratan medis sebagaimana yang dimaksud di dalam UU Kesehatan dan PP Kesehatan Reproduksi? Ternyata, kedua peraturan tersebut tidak menyatakannya secara tegas dan menyerahkannya kepada tim kelayakan aborsi untuk menentukannya. Tim kelayakan aborsi ini paling sedikit terdiri dari dua orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Peraturan tersebut dilematis bagi dokter karena bertentangan dengan etika kedokteran. Pasal 11 Kode Etik Kedokteran Indonesia secara tegas menyatakan bahwa setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk insani. Butir ke-6 dari Sumpah Dokter, secara tegas menyatakan bahwa, Demi Allah saya bersumpah, bahwa: …………… Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan. Dokter wajib untuk mematuhi sumpahya, sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 1 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang secara tegas menyatakan bahwa, “Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait