Tantangan Penerapan Non-Conviction Based dalam RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
Utama

Tantangan Penerapan Non-Conviction Based dalam RUU Perampasan Aset Tindak Pidana

Komitmen pembentuk kebijakan menjadi salah satu tantangan. Termasuk proses perampasan aset yang ada di luar negeri. Karena ada benturan dengan prinsip resiprokal, perbedaan hukum dan perjanjian-perjanjian internasional dengan negara lain.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Sementara pada sistem dalam RUU Perampasan Aset tidak sesederhana di Malaysia. Hal ini karena sistem hukum Indonesia dengan Malaysia berbeda. Karenanya dalam pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana antara pemerintah bersama DPR harus merumuskan sistem pembuktian perampasan aset tersebut.

“Saya berpikiran harusnya RUU Perampasan Aset dibuat sesederhana mungkin. Kalau buat tanpa pemidanaan maka seluruh aspek-aspek yang sangat birokratis yang dianggap menghambat (dihilangkan) sesegera mungkin. Sehingga, merampas aset akan sangat mudah,” ungkap Abraham.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, mendesak agar RUU Perampasan Aset segera disahkan. Hal ini karena persepsi anti-korupsi Indonesia sedang mengalami penurunan. Dengan pengesahan RUU Perampasan Aset maka terdapat merupakan bentuk komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia. Baginya, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menyimpan berbagai solusi atas permasalahan penegakan hukum pemberantasan korupsi.

“Ini regulasi yang tidak memikirkan kalau pelaku kabur ke luar negeri sepanjang penegak hukum dapat mendeteksi aset itu disinyalir dari kejahatan khususnya korupsi maka aset itu dapat dihadirkan dalam proses persidangan untuk dapat dibuktikan dengan atau tanpa pelaku,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait