Tarik Investasi, Pemerintah Perlu Lakukan Reformasi Menyeluruh
Berita

Tarik Investasi, Pemerintah Perlu Lakukan Reformasi Menyeluruh

Perlu penataan kebijakan dan struktur fiskal, termasuk perpajakan, arsitektur desentralisasi fiskal, optimalisasi belanja APBN, dan lain-lain.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, investasi dan pembangunan infrastruktur masih menjadi agenda utama. Berbagai kebijakan dikeluarkan untuk memberikan kemudahan investasi, misalnya program OSS dan berbagai insentif seperti tax holiday, tax allowance, insentif kepabeanan ataupun super deduction.

 

Namun jika melihat investasi di tahun 2018 hingga 2019, pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk ke Indonesia negatif. Dan di saat yang sama, negara tetangga mengambil kesempatan dari terjadinya perang dagang antara Amerika dengan China. Untuk dapat menarik investasi, pemerintah perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Demikian disampaikan oleh pengamat pajak Yustinus Prastowo di Jakarta, Selasa (29/10).

 

Untuk tahun 2020 mendatang, Yustinus menyatakan jika ekonomi Indonesia akan menghadapi situasi yang cukup berat dan penuh tekanan. Tetapi tetap memberi peluang untuk tetap bertahan bahkan membalikkan situasi.

 

“Kuncinya pada transformasi struktural yang tuntas, yakni seiring-sejalannya visi dengan implementasi. Dipastikan ikhtiar perubahan fundamental terjadi hingga level paling bawah dan menghasilkan outcome yang terukur,” katanya.

 

Sejauh ini, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan seperti debirokratisasi dan deregulasi sebagai bagian dari reformasi birokrasi, dan hal ini, lanjutnya, patut disambut positif. Namun Yustinus meningatkan bahwa hal itu tak cukup, karena sektor riil membutuhkan perbaikan dan perubahan yang lebih mendasar dan dalam jangka pendek. Artinya, investasi terus didorong untuk meningkat, lebih penting lagi produktivitas modal agar menghasilkan output/outcome yang lebih besar.

 

Salah satu bagian dari reformasi menyeluruh adalah reformasi perpajakan. Hal ini mengingat pajak adalah sumber pembiayaan yang mampu menjamin kesinambungan. Namun saat ini dibutuhkan moderasi pemungutan pajak agar mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, insentif fiskal perlu diarahkan agar lebih efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.

 

Selain itu perlu penataan kebijakan dan struktur fiskal, termasuk perpajakan, arsitektur desentralisasi fiskal, optimalisasi belanja APBN, dll. Mendorong impor yang berkualitas dengan mengintegrasikan ke global value chain, sehingga menghasilkan output/ekspor yang lebih besar dan berdaya saing.

 

Kepala Subbidang Belanja Modal Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Fino Valico W, mengatakan berbicara masalah fiskal bukan hanya persoalan pajak, namun juga dilihat dari sisi pembiayaan atau pengeluaran.

 

(Baca: Peringkat EoDB Stagnan, Deregulasi Investasi Masih Tumpul)

 

Jika merujuk pada perkataan  Presiden Joko Widodo mengenai visi Indonesia untuk menjadi negara maju di tahun 2045, untuk mewujudkan visinya pemerintah memiliki fokus pada peningkatan infrastruktur yang layak, pengayaan inovasi dan teknologi, pengelolaan tata ruang yang baik, penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), perbaikan kualitas pelayanan dan efisiensi, serta postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sehat.

 

Namun, dalam mencapai visinya tersebut, Indonesia dihadapkan dengan berbagai tantangan sehingga perlu dibuat langkah antisipatif dan responsive untuk mengakselerasi daya saing nasional. Terdapat beberapa tantangan yang harus diantisipasi di antaranya, pertama output gap, diatasi dengan cara meningkatkan supply side atau biasa disebut supply side policy untuk mendorong aktivitas ekonomi.

 

Kedua, global uncertainty di mana adanya ketidakpastian di masa depan sehingga diperlukan daya saing dan stabilitas ekonomi makro yang siap untuk menghadapi berbagai permasalahan. Ketiga, demography, di mana pada tahun 2045 diprediksi akan terjadi bonus demografi sehingga diperlukan peningkatan kualitas SDM agar hal ini tidak menjadi boomerang untuk Indonesia.

 

Keempat, middle income trap, yang mengharuskan adanya peningkatan produktivitas dan daya saing, dan kelima economic transformation and industry 4.0, untuk meningkatkan nilai tambah dan inovasi dilakukan dengan peningkatan kualitas infrastruktur serta masyarakat Indonesia, sehingga mampu untuk meningkatkan solusi atas permasalahan Infrastructure Communication Technology (ICT).

 

Tags:

Berita Terkait