Tentang Aktualisasi Yurisprudensi
Kolom

Tentang Aktualisasi Yurisprudensi

​​​​​​​Memang terbuka peluang bagi akademisi hukum untuk mengembangkan kajian-kajiannya, tetapi itu hanya akan terjadi jika terdapat dialog yang berkelanjutan dengan praktik peradilan.

Bacaan 2 Menit

 

Publikasi kedua hal tersebut di atas, pada dasarnya melahirkan suatu ruang baru untuk merekam pendapat hukum dalam putusan-putusan hakim terkini. Artinya, pendapat atau putusan itu semestinya dapat diharapkan menjadi patokan untuk penanganan perkara serupa di kemudian hari.

 

Bukan hanya karena itu dapat disebut sebagai ‘putusan hakim terdahulu’ atau yurisprudensi yang pernah diputus, tetapi publikasi berkala oleh lembaga peradilan tertinggi itu sendiri dapat menunjukkan adanya kesinambungan (kontinuitas) yang kiranya dapat menumbuhkan kepercayaan para pencari keadilan. Karena, dasar pertimbangan hakim dalam suatu perkara tertentu, mungkin dapat diprediksikan dari catatan tersebut.

 

Sebagian mungkin mengasumsikan bahwa apa yang sering disebut sebagai kepastian hukum atau konsistensi ini merupakan suatu bentuk legisme – bahwa suatu hal pasti akan selalu diputus seperti yang tertulis itu. Padahal, bukan itu maksudnya, karena konsistensi ini lebih ditujukan sebagai konsistensi untuk menjaga adanya (dan berkembangnya) suatu penalaran tertentu. Sehingga, kalaupun di kemudian hari hakim berpendapat berbeda, harus ditunjukkan pula alasan yang memadai untuk menyimpang dari pendapat yang sebelum-sebelumnya telah dipublikasikan.

 

Sehubungan dengan publikasi ‘Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar’ dan putusan-putusan penting tadi, karena alasan di atas, penulis meyakini bahwa publikasi kaidah-kaidah dalam putusan-putusan Mahkamah Agung secara berkelanjutan dapat berdampak positif pada kepercayaan pencari keadilan. Itu akan terjadi, sekali lagi, sepanjang putusan-putusan Mahkamah Agung juga menunjukkan adanya kesinambungan pendapat yang mungkin dapat diikuti secara berkala oleh para pencari keadilan dan pengemban profesi hukum.  

 

Tentu tak adil untuk menggeneralisasi, tetapi kolom Arsil dan Eric Manurung yang disebutkan di muka sedikit banyak telah menggambarkan permasalahan aktual dari kondisi yang dihadapi saat ini. Perlu ada usaha untuk memproyeksikan suatu norma umum dari beberapa kasus sejenis, serta mempertahankan garis pemikiran tersebut.

 

Selain itu, hal lain yang juga perlu dicermati terkait hal ini, pertimbangan yang diberikan dalam sebuah putusan juga seharusnya mencukupi. Mencukupi dalam arti lengkap dan menjawab semua permasalahan yang diajukan oleh pemohon kasasi. Kalaupun memang terdapat hal-hal yang dapat ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima oleh pengadilan, itu pun bukan berarti tak ada kriteria tertentu untuk hal-hal tersebut.  

 

Sebagai gambaran tambahan, penulis mencoba menampilkan satu kasus perdata yang terpilih sebagai salah satu putusan penting dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2016 (hlm. 302, dst.), serta telah menarik perhatian dunia usaha. Kasus ini kiranya juga dapat menggambarkan tantangan yang dihadapi dalam memproyeksikan suatu norma umum atau ‘kaidah hukum’.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait